Jakarta, FORTUNE – Platform media sosial Mastodon mendadak menjadi pembahasan, dan bahkan meraih popularitas dalam beberapa hari belakangan karena dianggap menjadi alternatif Twitter. Namun, meski dipandang serupa, Mastodon dan Twitter sebenarnya berbeda, terutama dalam hal penggunaannya.
Twitter belakangan dianggap menjadi lahan digital kontroversial usai diakuisisi Elon Musk, CEO Tesla sekaligus orang terkaya dunia versi Forbes. Para pengguna Twitter khawatir platform berlambang burung biru itu tidak lagi menjamin kebebasan karena berada di bawah kendali orang seperti Musk.
Walhasil, Mastodon seperti ketiban pulung karena banyak pengguna Twitter yang bermigrasi ke sana. Alasannya, Mastodon memiliki karakter cukup berbeda ketimbang platform lain.
Kilas balik sedikit, Mastodon dibuat oleh Eugen Rochko pada 2017. Programmer asal Jerman itu berambisi menciptakan aplikasi media sosial sebagai ruang publik yang tidak diatur oleh otoritas tunggal.
Rockho sempat menanggapi rumor yang beredar bahwa Musk bersama Peter Thiel, pendiri PayPal, ingin membeli Twitter.
“Seorang miliarder sayap kanan akan membeli utilitas publik de facto yang bukan publik," kata Rochko kepada Reuters awal tahun ini. "Sangat penting untuk memiliki platform komunikasi global tempat Anda dapat mengetahui perkembangan dunia dan mengobrol dengan teman-teman Anda. Mengapa itu dikendalikan oleh satu perusahaan?"
BBC mengabarkan klaim Mastodon yang telah memiliki 650.000 pengguna. Selain itu, lebih dari 230.000 pengguna baru bergabung pekan lalu.