Jakarta, FORTUNE – Teknologi AI (Artificial Intelligence) bisa digunakan untuk ‘membangkitkan’ orang yang sudah meninggal dalam bentuk chatbot. Namun, sejumlah peneliti justru mengungkap dampak buruk teknologi tersebut pada manusia yang masih hidup.
Sebuah studi di Universitas Cambridge menunjukkan bahwa teknologi chatbot yang menawarkan layanan ‘membangkitkan’ orang mati–disebut deadbots–memiliki bahaya psikologis bagi para penggunanya.
“Beberapa perusahaan telah menawarkan layanan yang memungkinkan chatbot untuk mensimulasikan pola bahasa dan ciri-ciri kepribadian orang mati menggunakan jejak digital yang mereka tinggalkan,” ungkap studi tersebut seperti dilansir South China Morning Post, Minggu (12/5).
Pakar Etika AI dari Leverhulme Centre for the Future of Intelligence di Cambridge, Dr Tomasz Hollanek, bahkan menyebut inovasi ini sebagai area yang berisiko tinggi. “Layanan-layanan ini berisiko menyebabkan kesusahan besar bagi orang-orang jika mereka menjadi sasaran gangguan digital yang tidak diinginkan akibat kreasi ulang AI yang sangat akurat dari layanan-layanan yang telah hilang,” ujarnya. “Bisa sangat menghancurkan.”
Biasanya perdaftaran layanan deadbots ini dilakukan oleh pengguna yang masih hidup sebelum mereka meninggal. Namun, setelah orang tersebut meninggal, mereka bisa mengadakan interaksi pada semua kerabat atau rekan yang biasa berkomunikasi, tapi tidak memperhitungkan beban emosional luar biasa yang bisa muncul pada mereka yang masih hidup.
Sayangnya, orang-orang yang masih hidup tidak berdaya jika simulasi AI ditangguhkan jika orang yang mereka cintai yang sekarang sudah meninggal menandatangani perjanjian. kontrak panjang dengan layanan akhirat digital.
Para peneliti mengatakan bahwa saat ini terdapat platform yang menawarkan untuk menciptakan kembali orang mati melalui teknologi AI dengan biaya tertentu seperti ‘Project December’. Layanan ini mulai memanfaatkan model GPT sebelum mengembangkan sistemnya sendiri, dan aplikasi termasuk ‘HereAfter’.