Jakarta, FORTUNE – Riset terbaru EY menunjukkan sektor pemerintahan sejumlah negara, termasuk Indonesia, menghadapi tantangan dalam transformasi digital. Secara keseluruhan, EY menyatakan pemerintah di seluruh dunia berisiko mengecewakan warga negara karena keterbatasan digital.
Dalam laporan bertajuk “How can government workers and technology align to serve future citizens?” hanya sekitar 7 persen pemimpin pemerintah meyakini organisasinya telah mencapai tujuan transformasi digital. Namun, di masa Covid, momentum digitalisasi yang terbangun terancam terhenti.
Riset itu pun menunjukkan tenaga kerja pemerintah tidak siap untuk memanfaatkan potensi digitalisasi seperti peningkatan akses ke layanan digital, penggunaan analitik data untuk memprediksi jumlah orang yang membutuhkan bantuan, serta pendorong efisiensi.
Sebagian besar responden mengaku terkendala berbagai masalah seperti kurangnya kepemimpinan digital dan keterampilan digital, serta budaya organisasi yang tak kondusif bagi talenta digital.
EY Global Government Consulting Leader, Arnauld Bertrand, mengutip data yang menunjukkan pemerintah memahami sejumlah tindakan yang perlu dilakukan, tapi terganjal masalah saat berjalan menuju kesuksesan digital.
“Untuk benar-benar menjalani pemerintahan digital dan mewujudkannya bagi warga negara, kita secara kolektif harus terus membantu membangun organisasi sektor publik yang sesuai untuk masa depan dengan para pemimpin yang sadar digital dan rencana untuk membangun kapasitas, keterampilan, budaya, dan pengalaman karyawan yang tepat,” kata Bertrand dalam rilis resmi, Kamis (22/12).
Riset itu menunjukkan 43 persen responden pemerintah mengaku berfokus pada pengalaman warga negara sebagai salah satu dari tiga faktor teratas yang mendorong kesuksesan transformasi. Penggunaan teknologi dan data lebih baik dibutuhkan untuk memahami kebutuhan dan keadaan orang, serta keterampilan baru seperti penelitian dan desain pengalaman pengguna.