Risiko Keamanan Mengintai Pembayaran Digital Seluler

Jakarta, FORTUNE - Di tengah potensi pertumbuhan perdagangan digital (e-commerce), pembayaran digital semakin populer di Indonesia. Namun, ada bahaya yang mengintai di balik tren positif tersebut.
Menurut survei The Vesta Online Payments pada Juli 2021 terhadap 2.178 responden di Indonesia, 55 persen orang yang berbelanja secara online membayar menggunakan dompet digital. Transfer bank jadi pilihan kedua, dengan porsi 31 persen.
Bila mengacu pada survei Kadence terhadap 1.000 responden pada waktu yang sama, Ovo merupakan dompet digital yang paling banyak digunakan (31 persen). Diikuti oleh Gopay (25 persen), Shopee Pay (20 persen), DANA (19 persen), dan LinkAja (4 persen).
Melihat tren itu, transaksi digital melalui ponsel diproyeksi dapat bertumbuh 10 kali lipat lagi. Peluang positif itu hadir bersama dengan perkiraan pertumbuhan perdagangan digital yang melampaui US$300 miliar di Asia Tenggara, berdasar laporan e-Conomy Sea 2020.
1. Transaksi Digital Lewat HP Diproyeksi Akan Tumbuh
Dari segi intensitas, 44 persen responden mengaku setidaknya menggunakan dompet digital empat kali dalam seminggu, dikutip dari riset Kadence. Dalam sebulan, para pengguna setidaknya memanfaatkan aplikasi tersebut dua hingga tiga kali.
Alasan penggunaannya beragam, dari ketersediaan di berbagai aplikasi dan toko daring; fitur transfer ke rekening bank; adanya promo dan cashback; kemudahan pemakaian; transaksi yang tidak ribet; biaya isi ulang yang murah; hingga karena dompet digital itu banyak digunakan oleh toko luring.
Melihat tren tersebut, tidak heran jika transaksi digital seluler berpotensi bertumbuh hingga 10 kali lipat, menurut data LexisNexis Risk Solutions di Asia Pasifik.