Jakarta, FORTUNE - Beberapa bulan lalu Samsung Electronics tampak siap meraup keuntungan dari ledakan global kecerdasan buatan (AI): keuntungan melonjak dan harga sahamnya hampir mencapai rekor tertinggi.
Namun, kini perusahaan terbesar Korea Selatan ini menjadi contoh nyata betapa cepatnya keberuntungan bisa berubah. Sebab di industri teknologi, mutlak keuntungan diraih oleh mereka yang mempertahankan keunggulan.
Kini Samsung semakin khawatir tertinggal dari pesaing kecilnya, SK Hynix, dalam memori AI, dan gagal mengejar Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) dalam produksi chip outsourcing, saham Samsung anjlok 32 persen sejak puncaknya pada 9 Juli 2024.
Dalam rentang waktu tersebut, perusahaan telah kehilangan nilai pasar sebesar US$122 miliar atau setara Rp1.891 triliun, lebih banyak daripada perusahaan cip lainnya di seluruh dunia. Demikian dilaporkan Bloomberg.
Samsung berjanji untuk melakukan perombakan agar kembali kompetitif. Namun, manajer dana internasional, termasuk Pictet Asset Management dan Janus Henderson Investors, belum yakin bahwa perbaikan ini akan segera terjadi.
Investor luar negeri telah menjual saham Samsung senilai sekitar US$10,7 miliar secara bersih sejak akhir Juli. “Kami telah mengurangi posisi kami di Samsung lebih dari setengahnya selama beberapa bulan terakhir — sebelumnya ini adalah posisi terbesar dalam strategi kami pada bulan Juli,” ujar Sat Duhra, manajer portofolio di Janus Henderson Investors di Singapura. Meskipun Duhra mengatakan bahwa valuasi saham sekarang menarik, ia "tidak berniat" untuk membelinya saat ini.