Satya Nadella, Bos Microsoft yang Raih Titel CEO Paling Diremehkan

Jakarta, FORTUNE – Satya Nadella, Chief Executive Officer (CEO) Microsoft, luar biasa sukses selama memimpin perusahaannya. Alhasil, pria tersebut layak mendapatkan lebih banyak pujian ketimbang yang dia raih saat ini.
Tahun ini, Nadella kembali terpilih sebagai CEO paling diremehkan (the most underrated CEO) menurut jajak pendapat World’s Most Admired Companies yang digelar Fortune. Nadella telah menguasai “titel” tersebut sejak 2017, atau enam kali berturut-turut, demikian Fortune.com, pada Senin (7/2).
Nadella merintis karir di Microsoft pada 1992 ketika dia baru berusia 25. Pada 1999, ia menjadi presiden Microsoft Central, layanan web untuk bisnis kecil, dan pada 2014 menjabat sebagai CEO ketiga Microsoft.
Pria kelahiran India tersebut merupakan lulusan Manipal Institute of Technology, dan berhasil melanjutkan pendidikannya hingga meraih master dalam ilmu komputer dari University of Wisconsin–Milwaukee. Bahkan, Nadella juga meraih gelar Master of Business Administration dari University of Chicago Booth School of Business.
Di luar bisnis, Nadella juga percaya pada kegiatan sosial. Tahun lalu, keluarganya berkomitmen $15 juta atau sekitar Rp214,5 miliar kepada Rumah Sakit Anak Seattle dalam ikhtiar mempromosikan kemajuan dalam penelitian, perawatan kesehatan mental remaja, dan kesetaraan akses perawatan kesehatan.
Menolak status quo dan mengubah budaya Microsoft
Ketika Nadella menjadi CEO, dia meminta para eksekutif Microsoft untuk membaca Nonviolent Communication oleh Marshall Rosenberg. Buku tersebut melarang praktik feedback konvensional seperti kritik dan penilaian, dan justru memberikan instruksi tentang bagaimana memberikan dorongan semangat.
Pria yang kini berusia 54 itu dipandang karena sikapnya yang tenang dan fokus pada feedback positif untuk memperkuat kebiasaan baik dan memotivasi timnya. Dia telah berusaha untuk menciptakan lingkungan nyaman, dan menjelaskan bahwa perilaku agresif tidak akan ditoleransi.
Tak hanya itu, meski Microsoft sebelumnya beroperasi dengan pandangan dunia yang "tahu segalanya”, Nadella menolaknya, dan mempromosikan budaya “pelajari segalanya”.
Demi mewujudkan inisiatif tersebut, ia mengimplementasikan sebuah praktik ketika para peneliti Microsoft membicarakan inovasi mereka. Tujuannya: agar para pemimpin mengetahui kemajuan perusahaan dan mengingatkan mereka untuk berpikir secara futuristik.
Dalam penampilan publik pertamanya sebagai CEO, Nadella mengatakan Microsoft akan sangat fokus pada komputasi seluler dan cloud (mobile and cloud computing)—area bisnis yang perusahaan telah tertinggal. Namun, di balik layar, dia meminta para eksekutif untuk mengesampingkan ego mereka dan berkolaborasi dengan perusahaan teknologi besar lainnya.