Jakarta, FORTUNE – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi pada sejumlah perusahaan rintisan atau startup Indonesia memicu pertanyaan tentang prospek pendanaan startup di masa mendatang. Perusahaan rintisan diragukan dapat menjadi mesin pertumbuhan bagi perkembangan ekonomi digital di Tanah Air.
Peneliti Institute for Developments of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, memperkirakan pendanaan ke perusahaan rintisan Indonesia masih akan positif meski saat ini terjadi gejolak.
Menurut laporan e-Conomy SEA 2021 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai ekonomi Internet Indonesia pada 2025 diperkirakan akan mencapai US$146 miliar atau sekitar Rp2.102 triliun. Sedangkan, tahun ini nilai ekonomi internet dalam negeri US$70 miliar atau Rp1.016 triliun.
“Tren pendanaan (ke startup) itu pasti tetap ada,” kata Nailul kepada Fortune Indonesia, Jumat (27/5). “Namun, kalau saya bilang tren pendanaan akan sedikit berubah, ke arah platform yang menyangkut sektor riil atau UMKM.” Selain itu, investor pun juga mengincar startup yang bergerak di bidang ekonomi hijau.
Sejumlah startup belakangan mengumumkan efisiensi di lingkup internal. JD.ID, misalnya, mengumumkan akan mengurangi jumlah karyawan. Lalu, PT Fintek Karya Nusantara (Finarya) atau LinkAja juga demikian. Zenius yang bergerak di bidang pendidikan pun melakukan PHK terhadap 200 karyawannya.
Nailul menyinggung pendanaan ke sejumlah startup yang bergerak di sektor riil maupun UMKM. Ambil misal eFishery. Perusahaan rintisan di sektor budidaya perairan (akuakultur) itu belum lama ini mendapatkan pendanaan seri C sebesar US$90 juta atau sekitar Rp1,28 triliun. Startup seperti BukuKas dianggap positif pula karena target pasarnya yang UMKM.