Jakarta, FORTUNE – Lembaga survei Populix dalam laporan bertajuk Navigating Economic and Security Challenges in 2025, menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat atau 67 persen responden khawatir dengan masalah keamanan siber.
Co-Founder dan CEO Populix, Timothy Astandu, mengatakan bahwa semakin banyak ancaman siber yang bermunculan, seiring makin eratnya integrasi digital dan pemanfaatan teknologi AI (Artificial Intelligence). “Pembobolan dan peretasan data merupakan pemicu utama, sementara sumber daya dan pengetahuan yang tidak memadai menjadi penghalang,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Fortune Indonesia, Kamis (5/12).
Menurut Timothy, masalah keamanan siber secara signifikan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, hingga tekanan emosional, mengganggu keamanan pribadi dan keamanan finansial, membatasi interaksi sosial, dan memengaruhi keamanan pekerjaan di lingkungan profesional.
“Motivasi berfokus pada perlindungan data sensitif, meskipun kesadaran akan ancaman yang terus berkembang masih kurang,” kata Timothy.
Di sisi lain, tantangan keamanan siber juga berkaitan dengan isu lain seperti upskilling tenaga kerja dan akses layanan kesehatan. Kemajuan teknologi dan automasi, meski menawarkan efisiensi, juga menciptakan tekanan di dunia kerja, terutama bagi pekerjaan tradisional yang semakin tergeser.
Laporan Populix ini disusun dengan menggabungkan metode penelitian kualitatif berupa mini focus group discussion (FGD) dan kuantitatif berupa survei kepada 1.190 responden dari seluruh Indonesia. Jumlah peserta survei laki-laki dan perempuan cukup seimbang, dan fokus pada kalangan ekonomi menengah ke atas.