Jakarta, FORTUNE – Di Indonesia, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah bertransformasi dari konsep menjadi bagian integral dalam aktivitas harian, khususnya dalam dunia bisnis. Laporan Microsoft dan LinkedIn mengungkap bahwa 92 persen pekerja intelektual di Indonesia telah menggunakan AI generatif dalam pekerjaannya, melampaui rata-rata global sebesar 75 persen. Kendati demikian, efektivitas AI membutuhkan proses adaptasi—semakin awal implementasi, semakin besar manfaat strategis jangka panjang.
AI memerlukan waktu untuk ‘belajar’, menyesuaikan pola bisnis, dan menghasilkan insight bermanfaat. Oleh karena itu, perusahaan yang mengadopsinya lebih awal akan memiliki sistem yang semakin matang, mampu bersaing, dan membangun pertumbuhan yang berkelanjutan. Di sektor kuliner, menurut laporan WiFiTalents & Gitnux, pasar AI di industri kuliner global diperkirakan mencapai US$2 miliar pada 2025. Adopsi AI meningkatkan efisiensi operasional sebesar 15‑20 persen, mengurangi kesalahan pesanan hingga 30 persen, serta memajukan sistem pergudangan, staffing, dan penjadwalan staf hingga lebih
Menjawab tantangan ini, PT Esensi Solusi Buana (ESB), melalui produk AI bernama OLIN, menawarkan solusi untuk restoran dan usaha kuliner. Dirancang sebagai asisten pintar yang aktif membaca data harian dan menganalisis tren, OLIN tidak menunggu instruksi, melainkan memberikan rekomendasi bisnis yang bisa langsung diimplementasikan.
Dikembangkan secara intensif selama dua tahun, OLIN memahami karakteristik unik industri F&B seperti perilaku konsumen, jam operasional sibuk, serta kebutuhan promo yang tepat sasaran.
Menurut Gunawan, Co‑Founder & CEO ESB, adopsi teknologi AI saat ini bukan hanya soal opsi, melainkan keharusan. “Di tengah laju perubahan yang cepat, mereka yang proaktif dalam transformasi digital berpeluang lebih besar menjadi pemimpin pasar dan mengantisipasi tantangan dengan sigap. Hal ini juga terjadi dalam dunia kuliner," ujarnya, dalam ESB Founders’ Table Media Luncheon, bertajuk “Dari Dapur ke Data: Menangkan Persaingan Kuliner Lewat Adopsi AI Sejak Dini, Selasa (29/7).
Gunawan menekankan bahwa AI mendukung berbagai aspek bisnis: prediksi permintaan, optimalisasi rantai pasok, hingga personalisasi pelanggan. “Pendekatan bertahap, yang dimulai dari pemetaan kebutuhan bisnis kuliner hingga integrasi solusi AI ke dalam proses harian. Langkah ini memungkinkan terciptanya sistem yang efisien, adaptif, dan tangguh menghadapi persaingan pasar," katanya.
Regan S. Subagio, pemilik restoran Hongkong Bay membagikan pengalamannya dalam pemanfaatan sistem ESB sejak 2022 serta manfaat AI dalam keputusan bisnis. Menurutnya, keputusan promosi dan manajemen operasional. mengatakan AI bisa membantu pengambilan keputusan bisnis berkat data secara real time.
“OLIN membantu menganalisis promo yang berjalan dan menunjukkan dampaknya terhadap penjualan. Jadi kami tidak lagi mengandalkan perasaan, tapi data," katanya.
Manfaat berbasis data juga diterapkan dalam strategi alokasi staf berdasarkan traffic per jam. “Saya bisa tahu detail per jamnya… kapan rame, kapan enggak… dari itu saya bisa mengambil satu strategi pengalokasian SDM. Selain itu, AI juga bisa menganalisis preferensi konsumen,” katanya. Menurutnya, data operasional seperti itu memungkinkan penyesuaian strategi promosi dan operasional secara lebih tepat, sehingga bottom line lebih bagus.
Manfaat AI juga dirasakan Ayu Switriani, F&B Director Temuku, yang menganggap AI sebagai pondasi penting untuk keputusan bisnis strategis: “OLIN tidak hanya mencatat, tapi memberi kami insight berbasis data. Apa yang perlu ditingkatkan, mana yang bisa dioptimalkan.”
Dengan bantuan sistem dan teknologi AI, sejatinya dapat memperkiat brand lokal dan menyiapkan langkah ekspansi selanjutnya. Namun, investasi teknologi bisanya menyedot biaya tak sedikit. Apakah benar?
Gunawan menyampaikan, pebisnis kuliner bisa menggunakan teknologi ESB dengan berlangganan mulai Rp250.000 per bulan. “Jumlah pengguna ESB, kita sudah on the way menuju 40 ribu merchant, total mesin sudah di atas sekitar 150 ribuan tersebar di Indonesia, sekarang sudah ada di Malaysia."
Ia juga mengungkapkan, adopsi teknologi sudah cukup baik. Segmentasi pengguna terdiri dari tiga kategori, yakni enterprise, middle, dan micro. Dia menyatakan bahwa micro-business memiliki tingkat prediksi bisnis paling rendah, hampir 50–59 persen tutup dalam 12 bulan pertama. Dia menjelaskan, dengan adopsi sistem ESB dan AI dari OLIN akurasi prediksi hingga 98 persen, serta terbukti meningkatkan penjualan hingga lebih dari 50 persen dalam tiga bulan implementasi. Produktivitas tinggi, sistem modul ERP dapat dikustomisasi untuk berbagai level bisnis, menjadikannya semakin relevan di pasar berkembang seperti Jawa, Bali, Sumatera, hingga Makassar dan Papua.
Dengan sistem terintegrasi dan pemanfaatan AI, para pelaku usaha kuliner tidak hanya memperoleh alat bantu teknologi, melainkan mitra strategis yang mendampingi tiap keputusan penting. AI menjadi sumber kekuatan untuk efisiensi, adaptasi, dan pertumbuhan bisnis yang lebih kuat serta berkelanjutan. “Teknologi yang tepat bukan cuma menyederhanakan pekerjaan, tapi juga memberi rasa tenang menghadapi tantangan sehari-hari,” kata Gunawan.