60% UKM Tersambung Platform Digital, Ini Tantangan Industri B2B FMCG

Jakarta, FORTUNE – Transformasi digital membawa sejumlah perubahan besar dalam industri business to business (B2B) fast moving consuner goods (FMCG) yang berdampak pada percepatan pemulihan ekonomi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Namun, demikian masih terdapat banyak tantangan dalam pengembangannya.
Hal itu terungkap dalam riset yang dilakukan GudangAda dan CELIOS (Center of Economic and Law Studies) bertajuk “Studi B2B FMCG Marketplace Indonesia Outlook 2023”.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengungkapkan, studi ini dibuat menggunakan metode studi literatur (literature study) dengan berbagai sumber baik primer maupun sekunder dan studi terdahulu yang relevan.
Saat ini pasar Indonesia sedang berada di masa transisi dari fase 2 (customer process portal) menuju fase 3 (multi-channel infrastructure).
"Hadirnya, platform B2B digital seperti GudangAda dapat berperan dalam mengakselerasi transisi tersebut melalui berragam layanan bisnis digital yang terintegrasi kepada pemain di industri B2B, mulai dari Prinsipal hingga pelaku bisnis level UKM seperti pemilik toko dan warung," katanya di Jakara, Kamis (19/1).
Berdasarkan temuan, 60 persen UKM di Indonesia sudah merasakan manfaat digitalisasi pada bisnisnya seperti mempermudah mencari supplier dan menjangkau pelanggan.
Meski begitu, baik UKM maupun pelaku usaha B2B FMGC masih menghadapi beberapa tantangan. Pertama, tantangan besar UKM dalam mengembangkan usaha pasca pandemi adalah adanya kompetisi dengan toko modern (36 persen), konsumen gagal bayar utang (31 persen), dan lokasi usaha yang tidak menguntungkan (27 persen).
Hal ini berkorelasi dengan temuan lain, terdapat peningkatan kebutuhan solusi digital sederhana untuk kecepatan dan efisiensi biaya, fleksibilitas pembayaran, jangkauan pasar lebih luas.
Riset juga menemukan, eskalasi volume B2B FMCG di Indonesia pada 2023 masih besar seiring dengan potensi bisnis UKM Indonesia, pertumbuhan pengguna internet, serta dukungan pemerintah dalam meningkatkan inklusi keuangan masyarakat.
Kemudian, platform B2B digital sebagai penyedia saluran distribusi dari produsen, penjual hingga ke end-user akan menjadi tren yang menyebar di berbagai industri, tak terkecuali FMCG.
Riset memperlihatkan, pada 2023 berbagai tantangan perkembangan industri B2B dari segi rendahnya literasi keuangan, kesenjangan akses digital, dan pembiayaan bagi UKM yang harus diwaspadai oleh para pemain B2B FMCG di Indonesia.
Berdasarkan temuan tersebut, terdapat prinsip-prinsip panduan (Strategi 4P) dalam riset bagi para pemain B2B FMCG agar dapat membangun ekosistem B2B secara berkelanjutan, seperti : (1) Membuat aplikasi terintegrasi secara end-to-end, (2) Memperkuat saluran distribusi, (3) Penjualan terfokus pada penjual strategis di area tertentu, (4) Menjaga rasio biaya untuk mencapai stabilitas harga pasar.
Dengan demikian, studi ini diharapkan dapat menjadi acuan pelaku bisnis rantai pasok Indonesia dalam mengkaji lanskap bisnis B2B, serta mengatur strategi bisnis terbaik untuk menghadapi tantangan ekonomi dari sudut pandang inovasi digital di industri B2B FMCG.
"Berbekal pengalaman panjang GudangAda di industri B2B Indonesia dan hubungan strategis dengan pelaku bisnis rantai pasok B2B yang telah terjalin lama, kami meyakini dapat memberikan insights bisnis yang tepat bagi tumbuh kembangnya bisnis B2B, khususnya pada 2023,” kata SVP Marketing & Corporate Affairs GudangAda, Yuanita Agata.