Pahami Istilah Elastisitas Permintaan, Faktor, dan Cara Menghitungnya

Elastisitas permintaan bisa jadi acuan ukur situasi pasar.

Pahami Istilah Elastisitas Permintaan, Faktor, dan Cara Menghitungnya
Ilustrasi pasokan dan permintaan. (Pixabay/Pexels)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Dalam dunia bisnis, dikenal sebuah istilah yang disebut elastisitas permintaan. Hal ini biasnaya digunakan sebagai acuan untuk menganalisis perilaku konsumen dan pola pengeluaran yang dilakukan dalam situasi tertentu.

Menurut Investopedia, elastisitas permintaan adalah kepekaan permintaan barang atau jasa karena adanya faktor lain. Hal ini terjadi saat perubahan harga menyebabkan perubahan besar yang tidak proporsional terkait jumlah permintaan. 

Misalnya, barang dengan permintaan elastis mungkin mengalami kenaikan harga sebesar 10 persen, tetapi akibatnya permintaan turun sebesar 30 persen. Biasanya ini terjadi pada barang-barang yang bisa tergantikan, seperti produk jasa pijat atau kendaraan pribadi.

Sebaliknya, permintaan yang tidak elastis terjadi saat perubahan harga barang hanya menyebabkan perubahan kecil pada permintaan. Biasanya hal ini terjadi pada barang-barang tak tergantikan, seperti beras, obat-obatan, bensin, maupun rokok.

Suatu barang yang memiliki elastisitas permintaan yang tinggi terhadap suatu variabel ekonomi berarti bahwa permintaan konsumen terhadap barang tersebut lebih responsif terhadap perubahan variabel tersebut. Sementara, barang dengan elastisitas permintaan rendah berarti bahwa terlepas dari perubahan variabel ekonomi, konsumen tidak menyesuaikan pola pengeluaran mereka.

Faktor penentu elastisitas permintaan

Ilustrasi menyusun target pasar (pexels.com/Fauxels)

Tingkat elastisitas tidak terjadi begitu saja, terdapat beberapa hal yang jadi faktor penentu elastisitas harga sebuah produk. Berikut ini adalah beberapa hal yang mempengaruhi elastisitas permintaan suatu produk barang atau jasa:

  1. Jenis barang
    Terdapat tiga jenis barang, yakni kebutuhan, barang kenyamanan, dan marang mewah. Barang kebutuhan seperti beras cenderung tidak elastis, karena memang jadi pilihan utama yang tak tergantikan. Sementara barang mewah dan kenyamanan, seperti televisi, mobil, atau perhiasan, cenderung elastis, karena memiliki banyak pengganti dan bukan kebutuhan yang mendasar. Namun, situasi ini tidaklah kaku, karena nyatanya banyak juga orang tidak mampu membeli makanan atau rumah, karena merupakan barang mewah bagi mereka. Dengan demikian, makanan pun jadi lebih elastis. Untuk itu, selera dan sudut pandang konsumen sangat penting untuk diperhatikan.
  2. Harga
    Harga jelas menjadi penentu elastisitas permintaan. Misalnya, dalam situasi inflasi, tiba-tiba harga kain mengalami kenaikan, maka permintan pun bisa mengalami penurunan, apalagi masih banyak jenis pakaian yang bisa menggantikan keberadaan kain. Maka itu, penentuan harga saat memulai menjual sebuah produk sangat penting, karena bisa menentukan seberapa besar permintaan yang akan datang ke bisnis kita.
  3. Pemasukan
    Hal ini berkenaan dengan besarnya pendapatan masyarakat. Dengan upah minimum yang cukup wajar, permintaan pun akan berada pada tahap wajar, namun saat upah tersebut dinaikan, biasanya harga-harag barang juga ikut naik. Bila harga masih sama, sudah selayaknya permintaan pun akan meningkat, karena kemampuan membeli masyarakatr pun meningkat.
  4. Ketersediaan barang pengganti
    Hal ini penting diperhatikan, karena barang pengganti akan memberikan alternatif produk bagi konsumen. Saat harga naik, konsumen mobil bisa saja beralih ke motor sebagai alat transportasi pilihan. Sebaliknya, bila ketersediaan barang pengganti tidak ada, maka bisa dikatakan barang tersebut tidak elastis, seperti beras.

Menghitung elastisitas permintaan

Shutterstock/Andrii Yalanskyi

Ada tiga jenis utama elastisitas harga permintaan: elastis, elastisitas satuan, dan tidak elastis. Ketiga hal ini diketahui dengan mengukur Price Elasticity of Demand (PED), kami menggunakan persamaan sebagai berikut:

PED= abs [% Perubahan kuantitas permintaan (Qd) : % Perubahan harga (P)]

Diketahui:

% Perubahan kuantitas permintaan = (Kuantitas baru-kuantitas lama)/Kuantitas rata-rata
% Perubahan harga = (Harga baru-harga lama)/harga rata-rata

Dengan demikian, bila suatu barang mengalami kenaikan harga dari Rp5.000 menjadi Rp7.000 dan kuantitas permintaannya menurun dari 100 buah ke 90 buah. Maka elastisitas permintaannya adalah sebagai berikut.

PED = abs [% Perubahan kuantitas permintaan (Qd) : % Perubahan harga (P)]

% Perubahan kuantitas permintaan    = (90-100)/(100+90/2)
                                                            = -10/95 (PED selalu bernilai absolut atau positif) = 10/95
% Perubahan harga                            = (7.000-5.000)/(7.000+5.000/2)
                                                            = 2.000/6.000 = 1/3

PED        = abs [10/95 : 1/3]
                = abs 10/95 x 3
                = abs 0,3157
                = abs 0,32

Jadi, elastisitas permintaan barang tersebut adalah 0,32. Angka PED ini berada di bawah 1, maka barang tersebut bisa dianggap tidak elastis. Sebaliknya, bila PED lebih besar dari 1, maka barang atau jasa itu bisa dikatakan punya elastisitas permintaan.

Demikina sedikit rangkuman mengenai elatisitas permintaan. Semoga membantu Anda memahami istilah tersebut dalam kegiatan ekonomi dan bisnis seharu-hari. 

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi