Jakarta, FORTUNE – Pemerintah berencana membangun pabrik minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak makan merah (red palm oil/RPO) mini berbasis koperasi. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Sekjen GAPKI), Eddy Martono, mengatakan pembangunan pabrik mini harus ekonomis agar bisa berkembang.
Menurutnya, jika pembangunan tersebut menjadi solusi penyerapan Tandan Buah Segar (TBS) Sawit dari para petani, maka harus bisa penyerapan baru harus bisa dipastikan. “Kalau benar ada penambahan penyerapan CPO ya bagus, tinggal berapa penambahannya baru bisa di konversi thd penyerapan TBS petani,” ujarnya kepada Fortune Indonesia, Selasa (19/7).
Menurut Eddy, pemerintah perlu mengetahui secara mendalam dan memitigasi sebab-akibat yang terjadi dalam masalah penyerapan TBS sawit dari para petani. “Jangan seperti Pabrik Kelapa Sawit mini yang 5-10 ton, ternyata tidak ekonomis, sehingga sulit berkembang,” katanya.
Permasalahan yang masih dihadapi
Eddy juga mengimbau pemerintah untuk memastikan terlebih dulu popularitas RPO di masyarakat. “Ini penting, kalau sampai ada perpindahan dari migor (minyak gorang) biasa ke RPO, karena dari data menunjukan bahwa konsumsi CPO utk migor sudah mencapai sekitar 7 juta ton,” katanya.
Salah satu masalah terbesar penyerapan TBS Sawit dari petani, menurutnya karena stok sawit yang sangat tinggi. “Ini abnormal, tangki-tangki masih penuh karena ekspor belum berjalan lancar,” ucapnya menjelaskan akar permasalahan.
Pemerintah setuju bangun pabrik CPO dan RPO mini berbasis koperasi
Sebelumnya, Pemerintah sudah menyetujui pembangunan pabrik CPO dan RPO mini berbasis koperasi. Upaya ini dilakukan sebagai salah satu solusi untuk menyerap tandan buah segar (TBS) dari petani sawit yang terkadang sulit dijual, harga jualnya rendah, atau petani tidak punya teknologi untuk mengolah sawitnya menjadi CPO dan RPO.
Terlebih, 35 persen produksi sawit atau CPO ini berasal dari petani mandiri, petani swadaya.
"Kalau dilihat dari luas lahannya 41 persen lebih. Jadi ini cukup. Saya kira ini juga solusi bagi distribusi minyak makan untuk suplai minyak makan ke masyarakat karena ini minyak makan merah ini sudah diketahui sehat, kandungan proteinnya tinggi, kandungan vitamin A-nya tinggi,” ujar Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, usai ratas bersama Presiden, Senin (18/7).
Nilai investasi yang dibutuhkan
Teten menjelaskan bahwa satu pabrik CPO dan RPO mini membutuhkan investasi sebesar Rp23 miliar dengan return of investment (ROI) 4,3 tahun. Menurutnya, investasi tersebut untuk produksi sebanyak 10 ton minyak makan merah per hari.
Untuk investasinya, menurutnya bisa diintegrasikan dengan working capital, dengan Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) berbunga 5 persen, untuk mesinnya bisa dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan untuk pengembangan sawit di on-farm bisa dengan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Himbara.
“Jadi dalam model kami si koperasi membeli tunai sawitnya, TBS-nya dari petani sehingga si petani itu tidak lagi dipusingkan harus menjual sawitnya ke mana. Lalu koperasi mengolahnya menjadi CPO dan menjadi RPO dan kemudian mereka pasarkan,” ujar Teten.
Untuk mencapai target produksi 10 ton per hari, Teten menjelaskan bahwa sawit yang dibutuhkan sekitar 50 ton per hari atau 1.000 hektare. Oleh sebab itu, pemerintah menargetkan agar setiap 1.000 hektare lahan sawit ada satu pabrik CPO dan RPO mini ini.