Kasus Sengketa Merek Dagang Terus Bikin Tegang

Penting untuk mendaftarkan merek dagang ke Ditjen HKI.

Kasus Sengketa Merek Dagang Terus Bikin Tegang
Ilustrasi palu pengadilan. (Pixabay/QuinceCreative)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek) dan PT Tokopedia yang tergabung dalam grup GoTo terlibat dalam kasus sengketa merek dengan PT Terbit Financial Technology. Gugatan berdasar Undang-Undang No.20 tahun 2016 tentang Merek pun didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (2/11) dengan total tuntutan ganti rugi yang hampir mencapai Rp2 triliun.

Walaupun masih dalam proses, namun kisah sengketa merek dagang GoTo ini menunjukkan betapa pentingnya mendaftarkan hak cipta merek ke lembaga kekayaan intelektual. Selain mengamankan penggunaan nama dagang, hal ini juga akan memantapkan perusahaan untuk terus membesarkan bisnisnya di masa depan.

Kasus yang dialami grup GoTo memang sedang menjadi perbincangan hangat. Namun, ternyata sengketa merek ini bukan yang pertama di Indonesia. Berikut beberapa kasus yang pernah ramai seperti dikutip dari berbagai sumber.

Kasus Geprek Bensu vs I Am Geprek Bensu

Bergulir sejak 2018. Berawal dari PT Ayam Geprek Benny Sujono dengen merek dagang I Am Geprek Bensu, memperkerjakan Jordi Onsu–adik Ruben Onsu–menjadi Manajer Operasional. Kemudian, Jordi menawarkan sang kakak untuk jadi duta I Am Geprek Bensu, karena singkatan Bensu yang juga dimiliki oleh nama Ruben Onsu.

Singkat cerita, Liputan6.com (9/11) memberitakan bahwa Ruben Onsu pun membangun merek dagang Geprek Bensu dan mendaftarkannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, mengajak juru masak di I Am Geprek Bensu untuk bergabung, kemudian menggugat merek dagang I Am Geprek Bensu yang sebelumnya sudah ada.

Alih-alih dimenangkan, Geprek Bensu milik Ruben Onsu justru kalah dalam pengadilan pada 6 Oktober 2020 dan Majelis Hakim justru mengabulkan rekonsepsi PT Ayam Geprek Benny Sujono sebagai pemiliki sah merek dagang I Am Geprek Bensu. Sedangkan, sertifikat pendaftaran dengan enam nama Geprek Bensu pun dibatalkan.

Kasus DC Comics vs Wafer Superman

Generasi X dan Y pasti kenal dengan merek dagang wafer Superman. Makanan ringan keluaran PT Marxing Farm Makmur ini memang sudah melegenda sejak puluhan tahun lalu. Namun, pada 2017, DC Comics yang sejak 1938 memang menaungi karakter Superhero Amerika Serikat, Superman, mencoba mendaftarkan merek Superman ke Kemenkumham, namun ditolak.

Mengutip Liputan6.com (9/11), DC Comics pun memulai persengketaan merek dagang dengan Wafer Superman. Mujurnya, PT Marxing Farm Makmur menang dalam sengketa tersebut karena sertifikat merek dari Kemenkumham yang sudah dipegang sejak 1993 dan selalu diperbarui setiap 10 tahun.

Melansir situs resmi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada 13 April 2018 diputuskan bahwa gugatan DC Comics ini tak diterima. "Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet on vanklicht verklaard)," begitu petikan putusan di situs PN Jakarta Pusat. Kasus ini kemudian dibawa ke tingkat Mahkamah Agung (MA). Tetapi, dalam sidang 21 Desember 2018, banding ini kembali ditolak.

Kasus Sepatu ASICS TIGER

Entah apa yang ada di pikiran Theng Tjhing Djie dan Liong Hian Fa, asal Jakarta, sebagai pemegang hak merek dagang sepatu ASICS TIGER. Hal ini sontak membuat merek sepatu asal jepang, ASICS Corporation pun meradang. Mereka menganggap Djie dan Fa menjiplak, meniru, dan memodifikasi hak cipta ASICS. Perusahaan Jepang ini pun mengajukan gugatan urusan niaga ke pengadilan negeri Jakarta Pusat.

Sayangnya, melalui situs acemark-ip (2017), PN Jakpus pada 2012, menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak jelas sehingga tidak dapat diterima. Sekalipun ASICS mengajukan kasasi, semua berujung penolakan, bahkan dianggap mencampuradukan antara gugatan hak cipta dan gugatan merek, yang membuatnya jadi kabur dan dinyatakan cacat formil.

Djie dan Fa juga mengajukan gugatan balik dengan denda sebesar Rp6 miliar. Namun, layaknya pengajuan gugatan yang dilakukan ASICS TIGER, gugatan balik Dji dan Fa juga tidak diterima.

Kasus Monster vs Monster

Siapa sangka, merek minuman suplemen asal California, AS, Monster, yang dimiliki Monster Energy Company pernah bersengketa dengan merek suplemen asal Indonesia yang bertajuk sama, yakni Monster, milik Andria Thamrun. Seperti perusahaan luar negeri pada umumnya, Monster asal California ini pun kaget saat mengetahui merek serupa ada di Indonesia.

Belum bisa terima akan kenyataan ini, menurut indozone (10/11), perusahaan asing itu pun melakukan survei di berbagai kota di Indonesia dan mendapati bahwa Monster asal Surabaya sudah tersebar di berbagai daerah. Monster asal California pun akhirnya mengajukan gugatan bagi Monster asal Surabaya, Indonesia. Namun, pengadilan niaga Jakarta Pusat pun menolak gugatan yang diajukan.

Monster asal Indonesia diketahui sudah mengantongi berbagai sertfikat merek dari Dirjen HAKI sejak 2009 dan terus memperbaruinya untuk berbagai produk Monster.

Kasus nama IKEA

Perusahaan perabot rumah tangga asal Swedia dengan merek dagang IKEA ternyata pernah bersengketa dengan pemegang merek IKEA asal Surabaya, yakni PT Ratania Khatulistiwa. IKEA asal Surabaya ini sendiri memiliki kepanjangan Intan Khatulistiwa Esa Abadi, sementara Intan adalah kependekan dari Industri Rotan.

Melansir BBC (2016), IKEA asal Swedia sebenarnya sudah mengantongi sertifikat merek dagangnya pada 2010. Sedangkan, PT Rayania sendiri sudah mendaftarkan merek IKEA miliknya pada 2013. Namun, perusahaan asal Swedia ini dinilai menidurkan merek yang telah terdaftar selama tiga tahun berturut-turut, sehingga merek tersebut dapat dihapus.

Berdasarkan argumen ini, PN Jakpus menyatakan bahwa IKEA dimiliki oleh PT Ratania Khatulistiwa pada 17 September 2014. Kemudian, PN pun memerintahkan merek IKEA asal Swedia untuk dicabut, namun mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, yang ditolak pada 12 Mei 2015.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi