CSIS: Kelangkaan Minyak Goreng Imbas Ketidakwaspadaan Pemerintah

Perlu kontrol kuat pemerintah pada pelakasanaan DMO

CSIS: Kelangkaan Minyak Goreng Imbas Ketidakwaspadaan Pemerintah
ANTARA FOTO/Reno Esnir/nym.
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Kelangkaan minyak goreng yang terjadi di tengah masyarakat beberapa waktu terakhir mencerminkan ketidakwaspadaan pemerintah dalam melihat perkembangan tingkat persediaan dan permintaan. Hal itu diungkapkan Kepala Bidang ekonomi Center for Strategic and International Studies, Fajar Hirawan, (CSIS).

“Memang sudah ada kebijakan untuk memenuhi kebijakan domestik melalui DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation), tapi kalau kita bicara tentang kebijakan harga bahan makanan, menurut saya kurang bagus,” ujar Fajar.

Pemerintah seharusnya mengetahui, Indonesia masih sangat bergantung pada komoditas yang sifatnya ekstraktif, seperti batu bara atau minyak sawit mentah (CPO). 

Menurut Fajar, kelangkaan pasti akan terjadi ketika kebijakan penetapan harga, khususnya harga eceran tertinggi (HET). “Neraca komoditas masih sangat penting, sehingga kita bisa tahu apakah persediaan di dalam negeri cukup atau tidak, terutama dalam hal pergerakannya dari tahun ke tahun,” ujarnya dalam diskusi mengenai masa depan ekonomi minyak kelapa sawit secara daring, Kamis (24/2).

Mekanisme kontrol DMO harus diperkuat

Sementara itu, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki),Joko Supriyono, berpendapat kenaikan harga bahan baku seringkali diikuti oleh polemik di tataran masyarakat. 

Berdasarkan data Gapki, ekspor CPO dan Olein mencapai 28 juta ton, dengan demikian 20 persen DMO yang dikhususkan untuk pasar domestik adalah sekitar 5,7 juta ton. “Sebenarnya kebutuhan minyak goreng di Indonesia yang memang segitu. Jadi, mestinya DMO bisa dijalankan,” ucapnya.

Namun, terkait kelangkaan yang terjadi, Joko berpendapat harus ada mekanisme kontrol yang kuat dari pemerintah pada menerapkan kebijakan DMO. “Artinya, kran masuk di satu sisi 20 persen masuk, di sisi keluarnya sebagai minyak goreng juga harus 20 persen. Jangan sampai, sudah dialokasikan 20 persen, kok tetap langka. Harus dipastikan match,” katanya.

Pelambatan ekspor dapat terjadi karena situasi saling tunggu

Kebijakan DMO dan DPO yang diambil oleh pemerintah, dinilai berpotensi menimbulkan pelambatan ekspor CPO Indonesia. Namun demikian, hal ini sbersifat sementara akibat keterkejutan pasar akibat kenaikan harga CPO.

Menurut Joko, ada kemungkinan pengusaha sawit dan menahan ekspor karena belum memenuhi kewajiban alokasi 20 persen CPO bagi kebutuhan domestik. Namun, ini semata karena ada perbedaan persepsi, dimana pemerintah menganggap pelaku usaha harus mengalokasikan 20 persen baru mendapat izin ekspor namun pelaku usaha berpikir sebaliknya. “Ini yang saya katakan ada saling tunggu,” ucapnya.

Situasi ini, kata Joko, tidak bisa dinilai dalam waktu jangka pendek. “Mestinya sih harus dievaluasi selama kurang lebih 2-3 bulan ke depan,“ tuturnya.

Tata kelola industri perkebunan sawit harus dibenahi

Lebih dari ini semua, industri kelapa sawit masih sangat diandalkan sebagai penyumbang perekonomian ke depan. Pemerintah, pelaku usaha, maupun masyarakat, dan ekosistem industri yang ada harus lebih siap dalam mengantisipasi berbagai gejolak global yang mungkin terjadi, tidak hanya terkait ekspor, namun juga kebutuhan dalam negeri.

Fajar Hirawan meminta tata kelola industri kelapa sawit yang harus terus dibenahi. “Itu sifatnya bisa birokrasi, regulasi, dan perihal data. "Ini penting untuk dibenahi jika kita semua mau kelapa sawit terus menjadi primadona komoditas kita ke depannya,” katanya.

Tak hanya itu, aspek sosial dan lingkungan hidup juga perlu dibenahi, terutama untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan mendukung keberlanjutan.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M