Penyebab Kelangkaan Chip yang Guncang Industri Global

Chip adalah elemen kunci pada sistem kecerdasan digital.

Penyebab Kelangkaan Chip yang Guncang Industri Global
Ilustrasi chip. (ShutterStock_Connect World)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Krisis semikonduktor saat ini sedang melanda pasar global. Lembaga riset independen, Independent Commodity Intelligence Services (ICIS), dalam publikasi daring (30/8) menyampaikan bahwa krisis semikonduktor telah dimulai sejak pertengahan 2020 dan masih terjadi hingga saat ini.

Bahan ini sebenarnya adalah padatan kristal menengah dalam konduktivitas listrik antara konduktor dan isolator. Pada peralatan listrik, semikonduktor digunakan dalam berbagai komponen, seperti dioda, transistor, maupun integrated circuit (IC), serta chip yang seringkali dianggap sebagai ‘otak’ peralatan elektronik berteknologi canggih.

Walau terlihat sederhana, tapi chip cukup penting dalam pengembangan teknologi sebagai elemen kunci untuk sebagian besar sistem elektronik. Saat terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan semikonduktor, maka dunia industri, mulai produsen alat-alat elektronik hingga pabrik kendaraan bermotor mulai panik tentang kelangkaan chip.

Melansir bbc.com, langkanya chip mulai berdampak pada banyak sektor. Konsol game PS5 tengah langka di pasaran; Pabrik Toyota, Ford dan Volvo terpaksa harus memperlambat, bahkan menghentikan sementara produksi di pabrik mereka; sejumlah produsen smartphone juga merasakan kesulitan karena kelangkaan semikonduktor yang menjadi bahan baku komponen elektroniknya.

Dirangkai dari beberapa sumber, berikut adalah beberapa hal yang menyebabkan masalah kelangkaan chip semakin menjadi-jadi.

Kemunculan teknologi jaringan 5G

Shutterstock/mrmohock

Mengutip Reuters, akar dari krisis ini adalah kurangnya investasi di pabrik manufaktur chip 8-inci yang sebagian besar dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Asia. Situasi ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan produksi chip karena permintaan untuk ponsel dan laptop 5G meningkat lebih cepat dari yang diharapkan.

Kemunculan teknologi 5G pun membuat permintaan chip naik dan jadi tambahan beban krisis. Hal itu terbukti dari pembuat chip di luar Amerika Serikat (AS) yang dibanjiri pesanan dari perusahaan China.

Mayoritas produksi chip ada di Asia saat ini, di mana produsen kontrak besar seperti Taiwan Semiconductor Manufacturing Co Ltd (TSMC) dan Samsung menangani produksi untuk ratusan perusahaan chip yang berbeda. Sementara, perusahaan semikonduktor Amerika Serikat menyumbang 47 persen penjualan chip global, tapi hanya 12 persen manufaktur global yang dilakukan di Amerika Serikat.

Penimbunan dan pemesanan chip di muka oleh beberapa perusahaan teknologi

Mercedes Benz

Kantor berita BBC menuliskan bahwa pada awal Februari 2020 terjadi kekurangan peralatan manufaktur 200mm yang menyebabkan kurangnya produksi chip. Masuk masa pandemi, pabrik chip pun banyak yang tutup karena lockdown. Sementara, terjadi lonjakan pemesanan komponen chip untuk alat elektronik.

Lonjakan konsumsi peralatan elektronik, seperti laptop, webcam, dan lain sejenisnya, terjadi akibat pandemi yang memaksa manusia mengubah kebiasaanya menjadi lebih bergantung pada teknologi komunikasi dalam banyak kegiatannya.

Situasi menimbulkan ketimpangan antara permintaan dan ketersediaan barang berbahan semikonduktor ini. Akibatnya, banyak perusahaan pun memesan di muka dan melakukan penimbunan. Beberapa hal ini pun menjadi awal kelangkaan yang kemudian terjadi secara bertahap.

Biaya yang tidak murah untuk mendirikan sebuah pabrik chip

Manufaktur Semikonduktor. (ShutterStock/Glitterstudio)

Tentu salah satu solusi memperbanyak ketersediaan produk adalah dengan memperbesar sarana produksi. Namun, terkait chip sebagai semikonduktor, ternyata tidak semudah membalik telapak tangan.

Analis Gartner, Koray Kose, mengungkapkan butuh miliaran dollar untuk membangun sebuah pabrik chip. Hal ini semakin dipertegas oleh Profesor Teknik Listrik dan Komputer Universitas Northwestern, Seda Memik, yang mengatakan pembukaan pabrik “sangat mahal dan membutuhkan tenaga kerja yang terlatih.”

Sementara itu, menurut BBC, para petinggi industri teknologi tampaknya sangat menyadari ini. Pimpinan eksekutif Intel dan IBM pun turut menyatakan bahwa kekurangan chip ini akan berlangsung lama, paling tidak selama dua tahun.

Beberapa pabrik utama yang terkena musibah

Shutterstock/DC Studio

Walaupun bukan penyebab signifikan, namun masalah yang terjadi di beberapa pabrik besar semikonduktor turut menyebabkan situasi krisis semakin parah. Reuters memberitakan bahwa kebakaran di pabrik pembuatan chip Jepang, Renesas Electronics Corp, telah memperburuk situasi. Padahal, produsen chip ini menyumbang 30 persen dari pasar global untuk unit mikrokontroler yang digunakan dalam mobil.

Kekeringan juga melanda produsen semikonduktor terbesar ketiga dunia yang berada di Taiwan. Kemudian, cuaca musim dingin yang parah di Texas memaksa pemasok chip otomotif yang utama, yakni Samsung Electronics Co Ltd, NXP Semiconductors, dan Infineon untuk menutup pabrik sementara.

Naiknya biaya logistik

Dok. Shutterstock/Travelpixs

Kepada BBC, Oliver Chapman, Kepala eksekutif OCI, yakni mitra rantai pasokan global, mengatakan bahwa selama bertahun-tahun tidak pernah ada masalah pengiriman bagi perusahaan-perusahaan teknologi karena produk yang berukuran relatif kecil.

Namun, Chapman mengungkapkan keterkejutannya pada biaya pengiriman kontainer di seluruh dunia yang membengkak karena lonjakan permintaan secara tiba-tiba saat pandemi Covid-19. “Belum lagi ada kenaikan biaya angkutan udara dan kekurangan pengemudi truk di Eropa,” ucapnya.

Chapman menyampaikan, ongkos pengiriman satu kontainer 40ft dari Asia ke Eropa adalah US$17.000 atau kira-kira Rp244 juta. Jumlah itu naik lebih dari sepuluh kali lipat dibandingkan tahun lalu yang berharga sekitar US$1.500 atau Rp21 juta.

Related Topics

ChipIndustriDigital

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M