Bos Pertamina Ungkap Sejumlah Dugaan di Balik Kelangkaan Solar

Terjadi disparitas harga dan ketimpangan pasokan-permintaan.

Bos Pertamina Ungkap Sejumlah Dugaan di Balik Kelangkaan Solar
Nicke Widyawati, Chair of Task Force Energy, Sustainability, & Climate B20. (dok. Pertamina)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati menduga terdapat penyelewengan penggunaan solar bersubsidi, menyusul terjadinya kelangkaan solar. Salah satu penyebabnya diperkirakan adanya penggunaan yang cukup besar di industri seperti perusahaan sawit dan tambang.

“Kami duga seperti itu dan ini kelihatannya karena apa? Penjualan solar non-subsidi turun, solar subsidi naik, padahal industri naik, ini perlu diluruskan,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI, Senin (28/3).

Nicke mengatakan, porsi solar bersubsidi terhadap keseluruhan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) diesel mencapai 93 persen dan non-subsidi hanya 7 persen. Bila dugaan Nicke benar, maka situasi ini harus segera ditertibkan.

Disparitas harga antara solar subsidi dan non-subsidi

Pertashop Dexlite pertama di jawa Tengah resmi beroperasi. (dok. Pertamina)

Selisih harga solar bersubsidi dan non-subsidi yang cukup tinggi, menjadi salah satu penyebab peralihan menuju konsumsi solar bersubsidi. Disparitas harga yang mencapai Rp7.800 per liter, menurut Nicke, cukup untuk menjadi alasan banyak orang yang beralih.

“Kami menggandeng apparat penegak hukum untuk melakukan pengendalian dan monitoring di lapangan, agar (penggunaan BBM solar) ini sesuai dengan yang diperuntukkan,” kata Nicke.

Menelaah peraturan yang berlaku

Dok. Pertamina

Bila mengikuti peraturan yang berlaku sesuai Perpres Nomor 191 Tahun 2014, tentang jenis transportasi yang bisa dan tidak bisa menggunakan solar bersubsidi, maka industri seperti tambang dan perkebunan sawit tidak diperbolehkan menggunakan solar bersubsidi.

Oleh karena itu, ia berharap adanya petunjuk teknis pemerintah untuk mengantisipasi adanya penyelewengan penggunaan solar bersubsidi oleh industri besar.

"Mungkin perlu ada level Keputusan Menteri (Kepmen) yang mengatur petunjuk teknis untuk bisa digunakan di level lapangan,” kata Nicke.

Ketimpangan antara pasokan dan permintaan

Seorang petugas SPBU sedang mengisi BBM pelanggan. (Dok. Pertamina)

Selain karena dugaan penyelewengan, kelangkaan solar yang mulai merambah di berbagai daerah ini diakibatkan oleh kuota pasokan yang turun hingga 5 persen. “Gap inilah yang menyebabkan terjadinya masalah di pasokan. Permintaan naik 10 persen, tetapi dari sisi pasokan itu kuotanya turun 5 persen,” ujar Nicke.

Ia menyampaikan bahwa pada 2021, kuota solar bersubsidi Pertamina mencapai 14,84 juta kiloliter (KL) dengan realisasi penyaluran mencapai 14,75 juta KL. Tapi, pada 2022, kuota ini hanya ditargetkan 14,05 KL, sedangkan estimasi permintaan sudah mencapai 16 juta KL, naik 14 persen dari tahun sebelumnya.

Pasokan solar subsidi sudah lebih dari kuota

Proses distribusi BBM. (Dok. Pertamina)

Lebih lanjut, Nicke menegaskan bahwa Pertamina terus mendistribusikan solar bersubsidi untuk mengurai antrean panjang kendaraan di sejumlah SPBU. Bahkan, hingga Februari 2022, penyaluran sudah melebihi kuota 10 persen, dari yang seharusnya 2,27 juta KL jadi 2,49 juta KL.

“Kami memahami bahwa sekarang industri tumbuh, maka kami tetap memasoknya, walaupun sekarang sudah over kuota. Per bulan kan ada kuota, tapi sudah over 10 persen sampai dengan Februari,” tutur Nicke.

Untuk itu, Nicke meminta dukungan DPR untuk menambah kuota solar bersubsidi agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Terlebih di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M