5 Panduan Cerdik Jadi Angel Investor Ulung ala Aryo Ariotedjo

Membantu startup tahap awal lepas landas menuju pertumbuhan.

5 Panduan Cerdik Jadi Angel Investor Ulung ala Aryo Ariotedjo
Ilustrasi Angel Investor. Shutterstock/Elnur
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Bagi sebagian orang, menjadi seorang investor dalam sebuah model bisnis adalah mimpi. Namun, bayangan menjadi seorang investor cenderung digambarkan sebagai sosok tajir. Anggapan tersebut  tidak sepenuhnya benar. Namun, semua orang tetap punya kesempatan yang sama untuk menjadi seorang pemodal, atau lebih tepatnya menjadi seorang angel investor.

Sederhananya sebutan angel investor disematkan pada individu (perorangan) yang memiliki kekayaan yang cukup hingga bersedia untuk menyediakan dana untuk perusahaan rintisan atau startup. Sebagai imbalannya, startup akan memberikan saham untuk angel investor tersebut.

Besaran dana yang disuntikkan oleh angel investor bervariasi, tetapi umumnya berkisar US$25.000-US$500.000. Kucuran dana ini dapat berupa suntikan dana investasi untuk membantu startup lepas landas dan melanjutkan bisnisnya.

Di Indonesia, kalangan angel diisi oleh pengusaha yang memang sudah malang-melintang dalam bisnis. Karena pengalaman dan kepiawaiannya, kadang angel investor juga memberikan bantuan nonmodal atau sebagai mentor bagi si founder.

Bicara tentang angel investor, Co-Managing Partner Absolute Confidence, Aryo Ariotedjo, memberikan sejumlah tipsnya yang akan memandu Anda untuk menjadi seorang angel investor. Berikut ini beberapa aspek yang dapat menjadi pertimbangan angel saat berinvestasi di startup.

1. Nilai investasi

Ilustrasi investor. (Pixabay/Sharon McCutcheon)

Karena berbasis individu, investasi yang dipakai untuk 'menyuntik' startup tentu berasal dari kocek pribadi. Entah itu dalam bentuk tunai, atau aset-aset yang bisa diuangkan. Artinya, Anda terlebih dahulu wajib memikirkan kelangsungan cashflow terlebih dahulu sebelum memutuskan berinvestasi.

Berdasarkan pengalaman Aryo, ia hanya mengalokasikan dana sekitar 10-20 persen dari total kekayaannya untuk diinvestasikan kepada startup.

"Investasi nggak boleh di atas 20 persen dari total kekayaan kita. Kenapa? Karena angel investor itu masuk dalam kategori high risk, tapi high profit juga. Tapi kalau salah skenario, kita bakal kehilangan segalanya (kekayaan)," tutur Aryo, di kelas yang digagas oleh platform di bidang edukasi keuangan dan investasi, Ternak Uang, dikutip Selasa (29/3).

2. Portfolio investasi

Ilustrasi Startup/ Shutterstock wowomnom

Aryo mengatakan seorang angel investor wajib memiliki lebih dari satu portfolio startup yang dijadikan sasaran investasi. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya kerugian dari startup yang mendapatkan pendanaan.

"Kalau ada dana, coba investasi di beberapa startup atau UMKM. Jadi misalnya, 20 persen kekayaan kita tadi diinvestasikan ke 5-10 perusahaan. Kenapa jangan 1-2 perusahaan? Seandainya 1 perusahaan mati (tutup/bangkrut), rasio untungnya masih ada 50 persen. Tapi gimana kalau keduanya mati? Hilang semuanya. Tapi kalau dari 10, masa iya sih enggak ada yang jadi (sukses)," katanya.

3. Memahami karakteristik startup potensial

ShutterStock/eamesBot

Aryo menggarisbawahi dunia angel investor itu kompetitif sehingga perlu jeli dalam memilih startup untuk didanai.

"Cari startup yang tidak hanya memposisikan kita sebagai sumber pendanaan, tapi cari 'hidden gems' yang punya dampak besar bagi masyarakat," ujarnya.

Tak kalah penting, lihat kelebihan dan value yang dibawa startup tersebut. 

"Mereka yang seperti ini biasanya akan melibatkan kita sebagai investor dalam setiap usaha yang mereka jalankan. Tidak hanya berorientasi pada hasil," katanya.

4. Get Great Deals!

Ilustrasi kesepakatan bisnis di metaverse. Shutterstock/Athitat Shinagowin

Harus ada keselarasan antara visi dan misi startup dengan proyeksi hasil yang akan didapat. Bukan sekadar kesepakatan bisnis yang bagus saja, tetapi bisa memberi gambaran tentang kontinuitas bisnis yang dijalankan dalam jangka waktu tertentu.

"Jangan buat deal yang bagus, tapi luar biasa bagus. Jangan (mencari startup) yang setengah-setengah!", kata Aryo mengingatkan.

Untuk melihat kontinuitas, kepercayaan kepada founder menjadi ujung tombak utamanya. Menilai founder dapat melihat dari beberapa faktor, di antaranya apakah memiliki passion dan pengalaman di bidang terkait, apakah memiliki komposisi yang tepat dalam membentuk tim, dan bagaimana visi mereka terhadap bisnis yang dibuat.

5. Jangan fokus pada kepemilikan

Ilustrasi investasi. (Pixabay/Tumisu)

Tak kalah penting, jika ingin berinvestasi pada startup, kata Aryo, jangan berfokus pada persentase kepemilikan startup itu sendiri. Fokuslah pada nilai atau valuasi perusahaan. Semakin besar valuasi sebuah startup, semakin besar pula keuntungan yang akan didapat.

"Apalagi kalau berinvestasi pada multi perusahaan. Untungnya akan berlipat ganda," ujarnya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

17 Film Termahal di Dunia, Memiliki Nilai yang Fantastis
Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
Bahlil: Apple Belum Tindak Lanjuti Investasi di Indonesia
Medco Rampungkan Divestasi Kepemilikan di Blok Ophir Vietnam
Stanchart: Kemenangan Prabowo Tak Serta Merta Tingkatkan Investasi
Rumah Tapak Diminati, Grup Lippo (LPCK) Raup Marketing Sales Rp325 M