Riset: 30% Konsumen Mau Bayar Lebih Mahal demi Produk Ramah Lingkungan

Sektor bisnis harus terapkan konsep bisnis berkelanjutan.

Riset: 30% Konsumen Mau Bayar Lebih Mahal demi Produk Ramah Lingkungan
Ilustrasi bisnis berkelanjutan. Shutterstock/Miha Creative
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Saat ini, kesadaran konsumen Indonesia terhadap tanggung jawab lingkungan sudah cukup tinggi. Sebanyak 77% konsumen Indonesia mengaku telah menyadari isu perubahan iklim meskipun belum secara aktif mendalami isu tersebut dan melakukan perubahan gaya hidup untuk menekan laju perubahan iklim. Namun, ada harapan bahwa perubahan perilaku dan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan akan secara bertahap meningkat dan menjadi lebih umum.

Temuan ini tecermin dari hasil riset Boston Consulting Group (BCG) bekerja sama dengan Startup Sampingan bertajuk "Accelerating a low carbon future: bridging intention and action". Dalam riset tersebut ditemukan bahwa saat ini sekitar 50 persen konsumen sudah melakukan perubahan gaya hidup seperti mengurangi penggunaan plastik atau melakukan pemilahan sampah meskipun belum dilakukan secara konsisten.

Riset juga menunjukkan, 30 persen konsumen bersedia membayar hingga 10 persen lebih mahal dari harga asli untuk produk dan layanan yang rendah emisi karbon, bahkan seperlima dari responden bersedia membayar hingga 50 persen lebih mahal dari harga asli. 

Haikal Siregar, Managing Director & Partner, Head of Boston Consulting Group Indonesia mengatakan perubahan iklim bukan lagi permasalahan masa depan. Perubahan iklim adalah permasalahan hari ini.

“Kami sangat senang bersama-sama dengan Sampingan dapat berkolaborasi untuk meluncurkan riset berjudul Accelerating a low carbon future: bridging intention and action. Harapannya melalui riset ini, konsumen dan sektor bisnis di Indonesia memiliki gambaran mengenai apa yang kita bisa lakukan untuk bersama-sama menekan laju perubahan iklim yang terjadi saat ini," ujarnya.

CEO and Co-Founder Sampingan, Wisnu Nugrahadi, mengatakan riset tersebut bertujuan untuk mengetahui tingkat kesadaran masyarakat ihwal emisi karbon.

"Memanfaatkan teknologi yang dimiliki Sampingan serta luasnya jangkauan terhadap responden melalui jaringan pekerja kerah biru yang tergabung dalam platform kami di Indonesia, seluruh kegiatan survei dilakukan secara online dalam waktu tidak lebih dari dua pekan," katanya.

Kesenjangan kesadaran akan emisi karbon

Ilustrasi ekosistem EBT. (Pixabay/Akitada31)

Survei untuk riset dilakukan secara online dengan 600 responden yang tersebar di delapan provinsi di Indonesia yang mencakup Jabodetabek, Bandung, Medan, Denpasar, dan daerah pedesaan di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Riau, dan Jawa Timur. 

"Dalam riset ini, kami bersama Boston Consulting Group kami juga merumuskan rekomendasi tentang bagaimana sektor bisnis dan konsumen dapat menjadi bagian dari solusi perubahan iklim," ujarnya.

Berdasarkan riset ini, diperlukan partisipasi aktif konsumen untuk dapat memperhatikan penggunaan produk dan energi yang lebih ramah lingkungan, dan juga menyebarkan informasi tentang perubahan iklim ke lingkungan sekitarnya. Di dalam riset ini, juga ditemukan bahwa penanganan perubahan iklim yang efektif tidak cukup hanya melalui perubahan pola konsumsi konsumen, tetapi juga produksi. Untuk itu, dibutuhkan peran besar dari pebisnis untuk mencapai emisi rendah karbon.

Kontribusi sektor bisnis untuk tanggung jawab ingkungan

Ilustrasi Gaya Hidup Berkelanjutan. Shutterstock/svitlini

Laporan riset ini juga dilengkapi dengan sejumlah rekomendasi tentang bagaimana pebisnis dapat berkontribusi dalam masalah perubahan iklim.

1. Transformasi bisnis untuk menanamkan konsep keberlanjutan 

Perusahaan perlu mengubah operasi bisnis mereka saat ini guna mendukung dan memberikan pilihan layanan rendah karbon bagi konsumen. Untuk itu, perusahaan perlu memastikan input dan pasokannya hanya berasal dari sumber yang berkelanjutan sembari mengupayakan proses produksi dengan hasil emisi yang lebih rendah.

2. Mengedukasi konsumen tentang penerapan konsep keberlanjutan 

Untuk lebih mendorong kesadaran konsumen dan mengajak mereka melakukan tindakan nyata, perusahaan dapat bekerja sama dengan konsumennya dengan mengedukasi dan meningkatkan kesadaran tentang keberlanjutan melalui berbagai kampanye mendidik.

3. Mengeksplorasi inisiatif green business

Transisi menuju kondisi rendah karbon juga membuka peluang bagi pebisnis untuk mendorong pertumbuhan sambil berkontribusi kepada solusi-solusi ramah lingkungan. Perusahaan dapat mengembangkan green business, seperti mengembangkan produk carbon-neutral, berinvestasi di perusahaan yang berkelanjutan, dan bermitra dengan pengembang Nature-Based Solutions. Hasil selengkapnya terkait riset ini dapat dilihat di laman web https://sampingan.co.id/.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M