Menuju 90% TKDN Industri Panel Surya pada 2025

Pemenuhan TKDN mempertimbangkan sejumlah persyaratan.

Menuju 90% TKDN Industri Panel Surya pada 2025
Shutterstock/surya.satyala
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong pengembangan industri panel surya nasional melalui roadmap (peta jalan) yang telah disusun hingga tahun 2025. Upaya ini untuk mendukung realisasi bauran energi baru dan terbarukan (EBT) nasional, di antaranya terkait penggunaan energi pada pembangkit listrik. 

“Tentunya upaya ini akan memberikan efek berganda bagi perekonomian Indonesia. Baik dari sisi kemampuan industri maupun dari transfer teknologi yang sejalan dengan tekad pemerintah dalam mendorong ekonomi hijau,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang di Jakarta, Selasa (14/9).

Kemenperin telah menyusun peta jalan guna mendukung pengembangan industri panel surya nasional dengan didukung berbagai kebijakan strategis. “Di dalam roadmap-nya sudah mencakup pemetaan untuk mengukur kemampuan industri penunjang ketenagalistrikan,” ujarnya.

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi, mengatakan peta jalan tersebut telah dimulai dari tahap pertama periode 2016–2018, yaitu pemenuhan target Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen yang meliputi pembuatan wafer, solar cell, dan solar module. Saat ini, terdapat 10 pabrikan modul surya di Indonesia.

Pada periode 2019–2020, ditargetkan nilai TKDN meningkat menjadi 76 persen yang didukung dengan adanya ingot factory. Kemudian periode 2020–2022, diharapkan mencapai target TKDN sebesar 85 persen dengan adanya solar grade silicon factory.

“Tahap terakhir pada periode tahun 2023–2025, pencapaian nilai TKDN minimal sebesar 90 persen dengan adanya metallurgical grade silicon factory,” tutur Doddy.

Nilai TKDN industri panel surya masih 40-47 persen

Menurut Kepala BSKJI, Kemenperin juga telah melakukan pemetaan untuk mengukur kemampuan industri penunjang ketenagalistrikan. Dari hasil pemetaan tersebut, diketahui bahwa nilai TKDN industri panel surya adalah 40-47 persen.

“Angka ini diharapkan akan terus bertambah dengan dukungan kebijakan dari seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan kemampuan industri panel surya nasional guna mencapai target bauran EBT nasional sebesar 23 persen pada tahun 2025,” ujarnya.

Guna mendukung peningkatan TKDN industri panel surya nasional, Kemenperin telah menyusun Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

Sementara itu, khusus untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), telah dilakukan perubahan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 05 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 54/M-IND/PER/3/2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan.

“Adapun nilai TKDN gabungan untuk Solar Home System adalah 53,07 persen dan untuk PLTS terpusat atau komunal adalah sebesar 43,85 persen,” kata dia.

Doddy menuturkan, melalui dukungan berbagai kebijakan yang dikeluarkan dan upaya yang telah dilakukan untuk industri panel surya, Kemenperin menargetkan nilai TKDN untuk PLTS melebihi target capaian TKDN pembangkit listrik yang telah ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Rendahnya serapan pasar industri panel surya nasional

Doddy mengatakan energi surya di Indonesia saat ini memiliki potensi sebesar 532,6 GWp per tahun. Namun, hingga saat ini kapasitas produksi nasional yang terpasang sebesar 515 MWp dan total kapasitas PLTS di Indonesia sebesar 25 MWp.

“Hal ini menunjukkan serapan pasar masih sangat kecil dari kapasitas produksi nasional, diharapkan serapan tersebut dapat terus meningkat guna mendukung bauran EBT nasional,” ujarnya.

Menurut Doddy, benchmarking pembangkit EBT menurut International Renewable Energy Agency pada 2019, Indonesia berada di posisi tiga di antara negara-negara asia tenggara dengan total Kapasitas EBT terpasang sebesar 9.861 MW. 

“Dari data tersebut menunjukkan bahwa kapasitas terpasang dan investasi pada pembangkit tenaga listrik EBT masih rendah, tapi melalui berbagai kebijakan dan upaya yang telah dilakukan tantangan tersebut dapat teratasi,” katanya.

Investasi teknologi ramah lingkungan perlu biaya tinggi

Menurut kajian yang dilakukan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), permasalahan terkait investasi teknologi ramah lingkungan saat ini adalah biayanya yang masih sangat mahal dan membutuhkan waktu lama, yaitu dua hingga tiga tahun.

Berdasarkan data dari Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), saat ini terdapat 10 industri panel surya di Indonesia dengan total 515 MWp. Salah satu industri panel surya dengan kapasitas produksi tertinggi adalah PT Len Industri dengan kapasitas 71 MWp.

“Diharapkan, penggunaan panel surya baik di rumah tangga dan sektor industri tentunya dapat terus meningkat ke depannya, dan PT Len Industri tentunya harus terus berinovasi agar tingkat penggunaan panel surya dapat terus bertambah,” kata Doddy.

Pengembangan industri solar cell perlu kesiapan

Direktur Utama PT Len Industri, Bobby Rasyidin, mengatakan strategi pengembangan industri manufaktur solar cell yang tepat adalah dengan memperhitungkan kesiapan ekosistem industri di dalam negeri, komponen yang bisa cepat diproduksi, serta ongkos (produksi) yang kompetitif.

Selain itu, diperlukan kerja sama dengan produsen besar dunia yang sudah terbukti, sehingga bisa menurunkan harga penjualan panel surya. Hal tersebut diungkapkan setelah melakukan studi perkembangan industri tenaga surya di negara-negara besar seperti Tiongkok, Jepang, Jerman, dan Amerika.

“Hingga akhir tahun 2020, kapasitas nasional PLTS terpasang masih kurang 200 MWp. Dari jumlah tersebut, PT Len Industri beserta anak perusahaan, PT SEI, telah berkontribusi memasang sistem tenaga surya sebesar 42,6 MWp, atau sekitar 24 persen dari total terpasang,” kata Bobby saat menerima kunjungan Komisi VII DPR RI di Bandung pada Kamis (9/9), dikutip dari jabarprov.go.id Rabu (15/9).

Pencapaian ini masih sangat jauh dari target kapasitas PLTS terpasang sebesar 6,5 GWp atau Bauran Energi Primer 23 persen EBT pada 2025. Secara nasional, kapasitas produksi modul surya di Indonesia sebesar 560 MWp/tahun dari 12 perusahaan yang terdaftar di APAMSI (Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia), dengan tingkat penyerapan di pasar yang masih sangat rendah.

Related Topics

KemenperinPanel Surya

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra Otoparts Bagi Dividen Rp828 Miliar, Simak Jadwalnya
IKN Menjadi Target Inovasi yang Seksi bagi Investor Luar Negeri
Pemerintah Sudah Tarik Utang Rp104,7 Triliun Hingga 31 Maret 2024
Museum Benteng Vredeburg Lakukan Revitalisasi Senilai Rp50 Miliar
Pemerintah Realisasikan Rp220 T Untuk 4 Anggaran Prioritas di Q1 2024
ERAL Kolaborasi dengan DJI dan Fujifilm di Kampanye Motion Creativity