Mendag Sebut Indonesia Bisa Jadi Superpower di Perdagangan Karbon

Pemerintah berkomitmen kurangi emisi gas rumah kaca.

Mendag Sebut Indonesia Bisa Jadi Superpower di Perdagangan Karbon
Ilustrasi Pajak Karbon. (ShutterStock/Elnur)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Menteri Perdagangan Muhammat Lutfi menyampaikan, Indonesia berpotensi menjadi negara superpower dunia dalam bidang perdagangan karbon. Hal itu dia sampaikan dalam lawatan Petertemuan Dewan Menteri Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) sesi pleno Building A Green Future di Paris, Prancis pada pekan ini.

“Indonesia berpotensi menjadi carbon offset superpower di dunia melalui perdagangan karbon sukarela secara internasional. Namun, kerja sama internasional diperlukan untuk mendorong kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam rangka pengembangan kerangka regulasi kebijakan yang efektif,” kata Lutfi dalam keterangannya, Jumat (8/10).

Lutfi menyampaikan, pemerintah Indonesia secara tegas berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebagaimana tercantum dalam kesepakatan Paris Agreement. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kebijakan carbon pricing.

Lebih lanjut, ia menuturkan, keikutsertaan Indonesia dalam Pertemuan Dewan Menteri OECD tersebut bertujuan untuk memperkuat kerja sama dengan berbagai negara di dunia serta membahas berbagai isu perdagangan terkini.

Adapun hal lain yang dibahas pada sesi Building a Green Future adalah upaya mendorong agenda pemulihan ekonomi yang kini juga dikemas untuk mendukung agenda transisi menuju ekonomi hijau, inovasi, dan peluang ekonomi baru bagi para pekerja.

Kerja sama internasional terus didorong guna menuju NZE

Untuk mencapai upaya pemulihan ekonomi yang dikombinasikan dengan pencapaian target net zero emission (NZE), tentunya memerlukan kerja sama internasional. Hal ini dapat dilihat dari beberapa inisiatif yang diluncurkan beberapa negara seperti Green Deal (Uni Eropa), Build Back Better World (G7), Beyond Zero initiative (Jepang), dan Blue Dot Network (Amerika Serikat, Jepang, dan Australia).

Lutfi mengatakan, para menteri perdagangan berbagai negara memastikan manfaat perdagangan dapat dirasakan seluruh pihak lapisan masyarakat dan lingkungan.

Pada dasarnya, para menteri menyadari bahwa adanya urgensi untuk mengembangkan kebijakan perdagangan yang dapat berkontribusi atas permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan, termasuk antara lain perlindungan kesejahteraan pekerja, wanita dan anak-anak, serta kompetisi, subsidi, kelestarian lingkungan, dan tujuan pembangunan berkelanjutan.

Potensi Indonesia dalam perdagangan karbon capai Rp8000 triliun

Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Indonesia sendiri memiliki hutan hujan tropis ketiga terbesar di dunia dengan luas area 125,9 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sebesar 25,18 miliar ton.

Sedangkan luas area hutan mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,31 juta hektare yang mampu menyerap emisi karbon sekitar 950 ton karbon per hektare atau setara 33 miliar karbon untuk seluruh hutan mangrove di Indonesia, dan lahan gambut terluas di dunia dengan area 7,5 juta hektar yang mampu menyerap emisi karbon mencapai sekitar 55 miliar ton.

Dari data tersebut maka total emisi karbon yang mampu diserap Indonesia kurang lebih sebesar 113,18 gigaton, dan jika pemerintah Indonesia dapat menjual kredit karbon dengan harga US$5 di pasar karbon, maka potensi pendapatan Indonesia mencapai US$565,9 miliar atau setara dengan Rp8.000 triliun.

Manfaat perdagangan karbon

Adapun beberapa manfaat lain dari perdagangan karbon antara lain, pertama, mendukung tujuan kebijakan publik. Perdagangan karbon dapat menghasilkan pendapatan fiskal. Regulator dapat menempatkan pendapatan ini untuk berbagai penggunaan, seperti mengalokasikan pendapatan untuk penelitian dan pengembangan aksi iklim, memberlakukan reformasi pajak, dan memberikan kompensasi bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dari biaya energi yang lebih tinggi.

Kemudian, meningkatkan kualitas udara. Sebuah studi dari 20 negara penghasil emisi terbesar memperkirakan bahwa rata-rata harga karbon sebesar US$57,5/tCO2 akan menghasilkan nilai yang sama dari manfaat tambahan yang diperoleh di dalam negeri, yang terutama mencerminkan nilai pengurangan polusi udara dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Secara global, diperkirakan bahwa pengurangan GRK hingga 50 persen pada tahun 2050 dapat mengurangi jumlah kematian dini akibat polusi udara sebesar 20-40 persen.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar OpenSea dengan Mudah, Lakukan 6 Langkah Ini
11 Bahasa Tertua di Dunia, Ada yang Masih Digunakan
GoTo Lepas GoTo Logistics, Bagaimana Nasib GoSend?
BTPN Syariah Bukukan Laba Rp264 miliar di Kuartal I-2024
Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia