Jakarta, FORTUNE - Indonesia jadi negara kedua paling diminati perusahaan Amerika Serikat (AS) untuk memperluas bisnis di kawasan Asia Tenggara (Asean). Ini terungkap dari survei Standard Chartered yang hasilnya dituangkan dalam “Borderless Business: US-ASEAN Corridor”, sebuah laporan strategis tentang peluang besar pertumbuhan lintas batas di koridor perdagangan AS dan negara-negara Asean.
Dalam riset tersebut, para eksekutif perusahaan AS berfokus pada ekspansi untuk menangkap peluang penjualan dan produksi di Singapura (58 persen), Indonesia (45 persen), Thailand (43 persen), Filipina (38 persen), Malaysia dan Vietnam (keduanya sebesar 35 persen).
“Mayoritas perusahaan AS juga mengharapkan pertumbuhan bisnis yang kuat di wilayah ini dalam kurun waktu hingga 12 bulan ke depan dengan 93 persen responden mengharapkan peningkatan pendapatan dan 86 persen berharap adanya ekspansi produksi," demikian keterangan resmi Standard Chartered, seperti dikutip Antara, Rabu (22/9).
Standard Chartered juga memprediksi Asean akan terus menjadi pasar yang menarik bagi perusahaan- perusahaan AS. Pasalnya, populasi penduduk kawasan ini diproyeksikan bakal mencapai 723 juta pada 2030. 67 persen dari angka itu diperkirakan tergolong kelas menengah.
Sementara Indonesia, dengan jumlah penduduk melebihi 270 juta, diprediksi tetap menjadi daya tarik terkuat bagi perusahaan AS untuk memperluas basis konsumen dan produksinya.
Daya tarik lain dari negara-negara Asean adalah akses terhadap sumber daya manusia yang kuat dengan kecakapan tinggi dalam bahasa Inggris. Ini akan sangat memudahkan perusahaan-perusahaan AS yang ingin memanfaatkan tenaga kerja di kawasan.
Menurut eksekutif senior perusahaan AS yang disurvei, sejumlah pendorong penting untuk ekspansi ke kawasan Asean adalah akses pasar konsumen yang besar dan berkembang (70 persen), ketersediaan tenaga kerja yang terampil dan dalam jumlah besar (53 persen), serta diversifikasi jejak produksi (40 persen)
Bahkan sebanyak 43 persen responden mengindikasikan bahwa mereka berencana untuk meningkatkan investasi di Asean dalam 3-5 tahun ke depan untuk memanfaatkan peluang yang akan dibawa oleh ratifikasi perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP).
Risiko Asean
Terlepas dari optimismenya, para eksekutif AS yang disurvei mengakui keberadaan risiko yang mesti dimitigasi.
Tiga risiko teratas yang teridentifikasi adalah ketidakpastian geopolitik dan konflik perdagangan (73 persen), pemulihan ekonomi yang lambat dan penurunan minat belanja konsumen (65 persen), serta pandemi Covid-19 atau krisis kesehatan lainnya yang sedang berlangsung (63 persen).
Adapun untuk mendukung pertumbuhannya, perusahaan-perusahaan tersebut menyatakan tengah mencari mitra perbankan yang menawarkan layanan pembiayaan korporasi dan penggalangan modal satu atap (50 persen).
Di samping itu, mereka juga membutuhkan lindung nilai valuta asing dan layanan penyelesaian dalam berbagai mata uang (48 persen), serta jaringan lintas batas dan pemahaman pasar lokal yang komprehensif (48 persen).