Mengenal Discounted Cash Flow dalam Investasi: Arti & Contoh

DCF merupakan metode untuk menilai prospek investasi.

Mengenal Discounted Cash Flow dalam Investasi: Arti & Contoh
ilustrasi manajemen keuangan (pexels.com/Karolina Grabowska)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Bagi Anda yang berkecimpung dalam dunia bisnis atau investasi, pernahkah Anda mendengar istilah arus kas terdiskonto (discounted cash flow/DCF)? DCF ini merupakan metode dalam menilai potensi suatu investasi.

Dikutip dari Investopedia, arus kas terdiskonto ini merujuk kepada metode penilaian yang memperkirakan nilai investasi menggunakan proyeksi arus kas di masa mendatang.

Analisis DCF ini mencoba menentukan nilai investasi hari ini berdasar atas proyeksi berapa banyak uang yang akan dihasilkan investasi di masa depan.

Metode tersebut memungkinkan untuk membantu investor mengambil keputusan investasi, termasuk mengakuisisi perusahaan, serta pebisnis dalam menentukan kebijakan penganggaran modal ataupun pengeluaran operasional.

Konsep dasar DCF

ilustrasi cash flow (unsplash.com/micheile dot com)

Konsep arus kas terdiskonto ini mengacu pada prinsip investasi, yakni jika seseorang menaruh dana ke dalam instrumen investasi tertentu, maka dana itu nantinya mempunyai prospek untuk bisa tumbuh dengan jumlah tertentu selama beberapa waktu.

Dalam hal ini, investasi yang dimaksud bisa mencakup investasi pada perusahaan, bisnis, ataupun properti, demikian laman accurate.

Perlu dicatat, discounted cash flow ini memiliki dua asumsi dasar. Pertama, konsep ini menggunakan asumsi akan estimasi perkembangan. Kedua, nilai sejumlah dana dalam DCF ini ditentukan dengan berdasarkan waktu.

Metode ini disebut dengan terdiskonto karena cara penghitungannya, yaitu dengan memanfaatkan estimasi arus kas masa mendatang untuk selanjutnya didiskon demi melihat nilainya dengan baik saat ini.

Jika nilai pada saat ini setelah dihitung dengan DCF hasilnya lebih tinggi ketimbang nilai investasi, maka prospek investasinya tergolong baik.

Fungsi DCF

ilustrasi cash flow (unsplash.com/ Sharon McCutcheon)

Untuk lebih memahami metode DCF secara lebih mudah, bisa disimak contoh perhitungannya di sini, melansir laman MOKA. Ambil misal perusahaan A yang membukukan pendapatan Rp100 juta.

Di masa depan, misalnya, satu tahun ke depan, proyeksi arus kas perusahaan dimaksud mencapai Rp110 juta. Ini berdasar atas riwayat laporan keuangan.

Jika seseorang ingin menginvestasikan Rp100 juta saat ini, perlu dihitung arus kas terdiskontonya untuk menilai prospek dari investasi tersebut. Anggap saja tingkat bunga investasinya mencapai 5 persen. Maka, perhitungannya adalah sebagai berikut:

DCF = Arus kas (estimasi) : (1+tingkat bunga saat ini)^tahun di masa mendatang

DCF = Rp110 juta : (1 + 0,05)1

Maka nilai Rp110 juta di tahun ini adalah:

DCF = Rp110 juta : 1,05 = Rp104,76 juta

Itu berarti dengan tingkat bunga 5 persen, estimasi cash flow di masa mendatang Rp110 juta, memiliki nilai di masa kini sekitar Rp104,76 juta. Nilai itu jelas lebih tinggi dari modal investasi Rp100 juta. Dengan kata lain, investasi ini memiliki prospek cukup baik.

Kelebihan dan kekurangan DCF

Ilustrasi laporan keuangan. (Pixabay/Tumisu)

Jika melihat penjelasan dan contoh kalkulasi barusan, DCF ini berfungsi untuk memberikan gambaran kepada investor, yakni mengenai estimasi pertumbuhan nilai dana yang akan diinvestasikan di masa depan,

Metode DCF ini juga berpotensi menilai prospek biaya serta pendapatan yang berujung pada perkiraan laba masa mendatang.

Model penghitungan DCF ini akan membantu investor dalam mengambil keputusan investasi. Sebab, investor tentu akan mencari tahu prospek dari dana yang diinvestasikan.

Namun, metode ini juga memiliki kelebihan dan kekurangan, demikian Investopedia. Arus kas terdiskonto ini memang memberikan keuntungan berupa gambaran mengenai prospek investasi.

Meski begitu, analisis discounted cash flow ini terbatas karena hanya angka perkiraan, dan bukan angka aktual. Di sisi lain, metode sama tidak bisa mengukur dengan tepat pelbagai faktor, seperti permintaan pasar, status ekonomi, teknologi, persaingan, dan ancaman atau peluang yang tidak terduga. Investor mesti memahami kelemahan yang melekat ini untuk mengambil keputusan.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi