Kurir Tanpa Karier, Satu Kerikil di Industri Logistik

Di balik potensi bisnis logistik, nasib kurir dipertanyakan.

Kurir Tanpa Karier, Satu Kerikil di Industri Logistik
Ilustrasi kurir logistik. (Shutterstock/Fresh Stocks)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - “Paket!” Barang kali, Anda tengah menunggu seruan itu datang ketika sedang membaca artikel ini. Bagai mantra ajaib, kata itu akan membuat kaki bergerak menghampiri sang penyeru; kurir ekspedisi logistik.

Pernahkah Anda membayangkan berapa banyak paket yang harus dikirim oleh kurir-kurir logistik setiap hari? Terutama, di momen peak season seperti Idulfitri saat ini.

Fakhruddin atau Udin rata-rata bisa mengantar 30-40 paket per jam. Pemuda 23 tahun itu mengawali hari dengan menyortir paket di pool sesuai jangkauan operasinya di bilangan Jakarta Selatan. Hampir lima tahun menjelajah wilayah itu, ia bisa mengantar 100 paket per hari dengan mudah.

Hanya mendapat jatah libur sehari dalam sepekan, tiap bulan ia bisa mengantar sekitar 2.600 paket. Angka itu bisa meroket pada waktu tertentu, seperti Ramadan atau pesta diskon akhir tahun. “Ambil contoh di 12.12 kemarin, saya antar 5.000-an paket dalam sebulan,” kata kurir J&T Express ini kepada Fortune Indonesia (22/3).

Hal senada diungkapkan oleh Bayu (bukan nama sebenarnya) yang merupakan kurir kontrak Anteraja di Kawasan Tomang, Jakarta Barat. Sang induk, PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) menargetkannya menangani setidaknya 120 paket per hari, baik pick up maupun delivery.

Lembaga riset Ken Research memproyeksikan, pasar logistik nasional bisa melampaui US$94 miliar pada 2025. Secara keseluruhan, para pengantar paket itu punya peran penting dalam mendorong pertumbuhan tersebut.

Nasib karier para kurir

Dok. Anteraja.id

Meski memiliki peran penting dalam kemajuan dunia e-commerce dan logistik, nasib kurir logistik tidak seindah yang dibayangkan. Perjalanan ke berbagai lokasi dengan paket yang membumbung tinggi di atas motor belum sejalan dengan karier yang mereka miliki.

Mereka umumnya bekerja dengan sistem kontrak. Ada juga yang hanya berstatus mitra dengan bayaran per paket, tanpa jaminan sosial.Setelah bertahun-tahun berkinerja baik, mereka akan beruntung jika bisa diangkat sebagai karyawan tetap—meski tugasnya masih mengantar barang.

Kurir seperti Udin dan Bayu tak berharap banyak. Asal tak tiba-tiba diputus kontrak pun sudah senang. “Apalagi zaman sekarang cari kerja susah, apa-apa mahal. Belum lagi saya tulang punggung juga, masih ada orang tua keluarga dan adik-adik yang harus dibiayai, dan ada rencana menikah dalam waktu dekat,” kata Bayu kepada Fortune Indonesia beberapa waktu lalu.

Sebagai pegawai kontrak, Bayu menerima gaji bulanan. Kontraknya dievaluasi tiap tahun dengan melihat absensi, capaian target delivery dan pick up, serta kedisiplinan. Jika kinerja kurang baik, kontrak tidak diperpanjang. Perusahaan lantas menurunkan status dari kontrak menjadi mitra.

“Karyawan kontrak mendapat gaji pokok dan wajib mengumpulkan 2.500 poin jika ingin mendapat bonus. Sedangkan mitra ada hitungan komisi per paket, tapi saya enggak tahu berapa,” ceritanya.

Tantangan bagi kurir

Ilustrasi pengiriman cepat. (ShutterStock/blurAZ)

Tantangan kerja kurir berjejer. Hujan turun saja bisa menghambat pengiriman. Belum lagi jika penerima paket marah lantaran barang tak sesuai pesanan. Tantangan lain adalah pembeli yang menolak membayar pesanan dengan sistem cash on delivery (COD). Padahal, Badan Pusat Statistik menyebut, metode COD dipilih oleh 73,04 persen pengguna e-commerce.

Tapi yang paling ditakutkan adalah kehilangan pekerjaan. Pada November 2021, ratusan pekerja menggeruduk kantor J&T Express di rukan TangCity Mall, Cikokol, Kota Tangerang karena pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak.

Kebijakan perusahaan ihwal sistem kerja melalui pihak ketiga juga dinilai merugikan para kurir. Setelah mediasi, J&T Express menarik kembali keputusan itu. Para kurir sasaran PHK sepihak pun kembali bekerja pada 15 November 2021.

Terbaru, pada Maret 2022 viral kabar PHK massal terhadap 365 pekerja, termasuk kurir PT SiCepat Ekspres Indonesia. CEO & Founder SiCepat Ekspres The Kim Hai segera membantahnya. Menurutnya, para karyawan itu tidak dipecat. “Tetapi hasil pekerjaan karyawan itu sedang dievaluasi dan dipantau oleh manajemen karena kinerjanya dianggap tak memenuhi standar perusahaan,” katanya saat mediasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (22/3).

Ketiadaan regulasi pelindung kurir

Ilustrasi Quick Commerce. (ShutterStock/Tricky_Shark)

Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri terus mendorong masing-masing pihak untuk terus mengedepankan dialog sosial dalam mencari solusi bersama bagi setiap perselisihan. Namun, ketiadaan regulasi atau standar yang mengatur hubungan kerja antara kurir dan perusahaan jadi hambatan. Dalam UU No 13/2003 (tentang Ketenagakerjaan) tidak ada konteks pidana yang melindungi kurir, dan hanya ada konteks norma kesehatan dan keselamatan kerja.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah akan mengevaluasi dan mengkaji pola kemitraan lebih mendalam agar posisi tawar driver terhadap aplikator ataupun perusahaan dapat lebih setara. Apalagi, menurutnya, jam kerja panjang berisiko pada kecelakaan. Sedangkan tarif pengantaran minim membuat mereka sering bekerja di luar kapasitas normal sebagai manusia.

“Hubungan kemitraan jangan sampai membatasi hak dan keselamatan kerja para kurir,” ujarnya.

Rekan Bayu, Wawan–yang sudah dua tahun setengah bekerja di Anteraja–berharap ke depannya tidak ada lagi status mitra. Tidak apa kontrak, katanya, asalkan bisa bekerja dengan status karyawan dan digaji bulanan.

“Minimal perpanjang kontrak setahun sekali, tapi alangkah baiknya kalau kami yang sudah bekerja di atas dua tahun dijadikan karyawan tetap. Kalau masalah bonus naik pasti kita ingin, apalagi subsidi bensin yang kami perlu untuk modal kerja,” katanya.

Selain masalah karier para kurir, potensi pertumbuhan industri logistik juga berisiko terhalang sejumlah problematika lain, yang bisa dibaca secara lengkap di majalah Fortune Indonesia edisi April 2022 dengan tajuk utama Life After Pandemic.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Microsoft Umumkan Investasi Rp27 Triliun di Indonesia
Laba PTRO Q1-2024 Amblas 94,4% Jadi US$163 Ribu, Ini Penyebabnya
Waspada IHSG Balik Arah ke Zona Merah Pascalibur
Laba Q1-2024 PTBA Menyusut 31,9 Persen Menjadi Rp790,9 Miliar
Laba Q1-2024 Antam Tergerus 85,66 Persen Menjadi Rp238,37 Miliar