Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi Blind Box di toko Pop Mart/Dok Fortune IDN

Intinya sih...

  • Blind box menjadi daya tarik bagi konsumen muda dengan sensasi kejutan yang menarik perhatian.

  • Pasar blind box di Indonesia tumbuh pesat, mencapai 6-7% dari pasar Cina, dan diperkirakan akan tumbuh hingga 35-40% dalam tiga tahun ke depan.

  • Fenomena FOMO dan potensi judi kecil membuat permintaan blind box semakin besar, meskipun kritik terhadap praktik perjudian mulai muncul.

Jakarta, FORTUNE - Sensasi kejutan menjadi daya tarik blind box bagi konsumen muda. Tanpa tahu isi, mereka tergiur membeli kotak misteri. Isinya bisa mainan, kosmetik, hingga tiket perjalanan. 

Blind box sejatinya bukan hal baru. Di Jepang, fukubukuro atau "kantong keberuntungan" telah lama menjadi tradisi tahunan, dan pelanggan membeli kantong berisi produk acak dengan nilai yang bisa jadi kali lebih tinggi atau lebih rendah dari harga yang dibayar. Namun, kini semuanya menjadi lebih modern dan estetis. Bahkan tak hanya mainan, kini blind box hadir dalam berbagai bentuk, mulai dari kosmetik hingga tiket perjalanan.

Merujuk pada tren di Cina, pasar blind box telah mencapai 9,7 miliar yuan atau setara Rp22 triliun pada 2021, dan diproyeksikan meningkat hingga 110 miliar yuan atau melampaui Rp250 triliun pada 2026—menurut Statista.

Momentum ini juga mulai terasa di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Meski nilai pasarnya baru mencapai 6-7 persen dari Cina, tapi market value blind box di regional ini diperkirakan mengalami pertumbuhan tahunan hingga 35-40 persen dalam tiga tahun ke depan.

Strategi bisnis blind box di Indonesia

Boneka Labubu dijual oleh Pop Mart dalam blind box. (Popmart.com)

Di Indonesia, selain Multi Toys, Toys Kingdom hingga MINISO pun memasarkan blind box di gerai-gerainya. Di Multi Toys misalnya, produk-produk blind box menyumbang peningkatan penjualan di atas 10 persen di tengah fenomena pelemahan daya beli kelas menengah pada 2024. Meski, jumlah produk yang dipajang tak sampai separuh dari area toko. “Tentunya ini menjadi peluang emas buat kami sebagai toys seller,” kata PR Manager Multi Toys, Cindy Madison kepada Fortune Indonesia di Jakarta, (19/3).

Ia menjelaskan, perusahaannya telah menjual blind box dari berbagai jenama terkenal asal Cina dan Jepang, seperti Pop Mart, 52 toys, Toptoy, Tamashii Nations, dan Hot Toys. Kini, Multi Toys terus mencari brand dan lisensi baru untuk diajak bekerja sama dalam meningkatkan penjualan blind box. Dalam perburuan merek dan lisensi baru, Multi Toys pun harus melakukan riset hingga menerjunkan tim untuk bernegosiasi dengan produsen di Jepang dan Cina. 

Sejumlah poin penting yang dipertimbangkan Multi Toys dalam memboyong sebuah brand blind box ialah popularitas karakter anime, film, atau karakter fiksi hingga kualitas desain. Yang tak kalah penting, faktor keterjangkauan harganya bagi pelanggan. “Kami juga berusaha mencari produk dengan variasi yang beragam dan limitasi, karena pembeli menyukai varian limited edition yang menciptakan rasa eksklusif dan mendorong mereka untuk mengoleksi,” ujarnya.

Tak tanggung-tanggung, pada Januari 2025 Multi Toys juga telah membuka toko khusus untuk jenama blind box 52 Toys di PIK 2. Berbagai jenis karakter mulai dari Shinchan, Tom & Jerry hingga Marvel dapat ditemui di sana.

Sementara itu, General Manager Marketing Toys Kingdom, Ellen Widodo, menyatakan bahwa popularitas blind box kian menguat, terutama di kalangan kolektor dan penggemar desain karakter unik. Namun, blind box bukan tren yang menggantikan mainan lainnya, melainkan pelengkap pengalaman bermain. Hal ini membuat banyak pemilik hak cipta action figures dan karakter tersohor kini juga mengadopsi konsep blind box.

Toys Kingdom pun menghadirkan koleksi blind box dari merek ternama, seperti Funko Pop, Pop Mart, Blokees, Upset Duck, Manchao, Laura dan Kimmon—yang seri terlengkapnya hanya ada Toys Kingdom. “Di Toys Kingdom, kami melihat peningkatan permintaan yang signifikan, terutama dari remaja yang gemar mengoleksi, dan komunitas yang terbentuk di sekitarnya,” kata Ellen kepada Fortune Indonesia (19/3).

Fenomena FOMO dan berpotensi jadi judi kecil

ilustrasi blind box (Freepik.com/ 8photo)

Permintaan blind box ini semakin diperkuat oleh gencarnya promosi via media sosial. Unggahan video unboxing membanjiri platform seperti TikTok dan Instagram, menciptakan efek viral yang mendorong lebih banyak orang untuk ikut serta dalam tren ini.

Toys Kingdom dan Multi Toys pun turut memanfaatkan fenomena FOMO (fear of missing out) tersebut untuk menjual blind box. Salah satunya, lewat media sosial. Sebab, ketika seseorang melihat orang lain mendapatkan item langka, ia terdorong untuk mencoba peruntungannya sendiri sehingga membuat blind box begitu adiktif.

Pengamatan Yuswohady, pasar blind box di Indonesia masih dalam tahap pertumbuhan dan memiliki potensi besar semakin membesar. Terlebih, konsumen di Indonesia masih didominasi oleh first-time buyers yang tertarik pada blind box karena faktor tren. Untuk mendapatkan loyalitas pelanggan, tantangannya adalah menciptakan komunitas kolektor yang lebih solid.

Dengan komunitas kolektor yang semakin berkembang, para penggemar blind box tidak hanya sekadar membeli produk, tetapi juga aktif dalam berbagi pengalaman dan melakukan transaksi jual beli. Bahkan, bukan tak mungkin ada yang rela menghabiskan jutaan rupiah demi mendapatkan figur langka yang mereka incar.

Di tengah maraknya tren, model bisnis blind box sering kali dikritik karena dianggap mendekati praktik perjudian. Beberapa negara telah mulai mempertimbangkan regulasi terhadap produk semacam ini. Cina misalnya, yang pada 2022 memperkenalkan aturan ketat untuk mencegah eksploitasi pelanggan muda. “Tidak ada image buruk. Tetapi sebenarnya dari aspek menghabiskan uang dan eksploitasi konsumen, menurut saya sama dengan judi kecil,” kata Yuswohady.

Editorial Team