Jakarta, FORTUNE - Di tengah peta industri taksi yang kian kompetitif, kehadiran pemain baru terus menguji ketahanan operator lama. Pergeseran teknologi, perubahan perilaku konsumen, hingga ekspansi agresif pelaku regional membuat lanskap bisnis mobilitas kembali dinamis.
Miliarder Vietnam Pham Nhat Vuong memasuki kancah transportasi online Asia Tenggara melalui operator taksi miliknya, Green & Smart Mobility JSC (GSM) yang dikenal sebagai Xanh SM. Kehadiran perusahaan ini digadang-gadang bakal mengusik posisi dominan Grab Holdings Ltd.
Di Indonesia, peluncuran taksi listrik Xanh SM pada 18 Desember 2024 di Jakarta menegaskan arah baru industri: elektrifikasi bukan lagi wacana. Armada yang dioperasikan anak usaha VinFast itu menggunakan kendaraan listrik murni VF e34 dan memulai ekspansi ke Indonesia setelah Vietnam, Laos, dan Kamboja.
“Ini masih menjadi hal yang baru kami harus mengedukasi penumpang,” ujar Global CEO GSM Nguyen Van Thanh, kepada Fortune Indonesia.
Sepekan uji coba dengan 100 unit melayani sekitar 40.000 penumpang, capaian yang mendorong GSM mengoperasikan sekitar 1.000 kendaraan listrik di Jakarta. Perusahaan menargetkan memiliki 10.000 armada pada akhir 2025, membangun SPKLU, serta menggandeng sembilan perusahaan besar, termasuk Lippo Group, XL Axiata, BCA, Huawei, dan Lotte Group.
Dari sisi tenaga kerja, seluruh pengemudi Xanh SM direkrut lokal, membuka lapangan kerja baru. Abdul, salah satu mitra, menyebut pendapatannya “bisa meraup hingga Rp600.000 per hari”, bahkan pernah mencapai Rp1 juta selama masa uji coba.
Dinamika pasar yang tersisa
Masuknya pemain baru terjadi ketika taksi konvensional dan ride-hailing telah mencapai titik ekuilibrium baru. Historisnya, industri taksi pernah berjaya sebelum diguncang Grab, Uber, dan Gojek. “Industri taksi kita mulai tertekan sejak hadirnya layanan online,” kata pengamat transportasi Djoko Setijowarno.
Koreksi regulasi pun dilakukan pemerintah sejak 2016 hingga 2022 untuk menata kembali tatanan industri. Namun, Djoko menegaskan tekanan terbesar bukan hanya dari teknologi, melainkan dari manajemen operator yang gagal beradaptasi.
Bluebird, misalnya, memilih bertahan dengan inovasi. “Dua disrupsi besar membuat Bluebird harus bertransformasi,” ujar Direktur Utama PT Blue Bird Tbk Adrianto Djokosoetono.
Strategi multi-channel, multi-payment, dan multi-product menjadi prioritas perusahaan untuk memperluas jangkauan layanan. Bluebird juga terus memperluas armada EV dan telah mengoperasikan sekitar 300 unit EV per Maret 2025. Bluebird menargetkan memiliki 1.000 unit taksi listrik (EV) pada akhir 2025.
Grab Indonesia tak kalah percaya diri. “Sebagai pelopor layanan ride-hailing kendaraan listrik di Indonesia, kami terus memperluas jumlah dan cakupan armada kendaraan listrik kami,” kata Chief Executive Officer Grab Indonesia, Neneng Goenadi.
Pemain lama lain, Express Group, kembali mengaspal lewat kerja sama dengan PT Rekan Anak Bangsa (anak usaha GoTo), menggunakan armada BYD M6 dengan target 24.000 unit taksi di Jabodetabek.
Kehadiran Xanh SM juga membawa dimensi geopolitik dan perdagangan. Duta Besar Vietnam untuk Indonesia Ta Van Thong menyebut ekspansi ini dapat memperkuat hubungan bilateral serta membantu mencapai target perdagangan baru sebesar US$18 miliar.
“Saya berpikir bahwa Indonesia adalah tanah yang subur banyak perusahaan Vietnam akan mengikuti jejak mereka,” ujarnya.
Namun GSM mengklaim tidak melihat operator lain sebagai ancaman. “Sejujurnya, kami tidak melihat adanya pesaing, kami bisa bekerja sama,” kata Nguyen.
Nguyen Van Thanh menjelaskan bahwa perusahaan berencana membawa ekspansinya ke lebih banyak negara di Asia. Langkah ini sejalan dengan strategi Vingroup JSC sebagai induk usaha, yang mencakup perluasan ke layanan antarkota, premium ride, logistik, hingga segmen korporasi.
Di pasar domestik, GSM tercatat menguasai sekitar 40 persen pangsa ride-hailing pada kuartal I/2025, sementara Grab memegang 32 persen dan BE Group JSC sekitar 6 persen, berdasarkan data Mordor. Namun survei Rakuten Insight menunjukkan hasil berbeda, dengan Grab tetap berada di posisi teratas sebesar 55 persen dan GSM 35 persen.
Untuk Filipina, perusahaan menyiapkan komitmen investasi senilai US$1 miliar atau sekitar Rp16,26 triliun dengan asumsi kurs Rp16.264 per US$ yang digelontorkan dalam tiga tahun. Rencana ini muncul setelah 2.500 armada dikirim ke kawasan metropolitan Manila pada Juni 2025.
Menurut analisis Maybank Securities yang dirilis Desember 2024 oleh Etta Rusdiana Putra dan Hussaini Saifee, GSM berpotensi merebut 6 persen pangsa pasar ride-hailing di Indonesia pada 2026 jika armadanya meningkat menjadi 16.000 unit. Bila ekspansi menembus 35.000 unit setara jumlah armada mereka di Vietnam pangsa pasar bisa mencapai 12 pada 2027. Kompetisi ini diperkirakan menekan pendapatan layanan on-demand Grab sekitar 1 persen dan GoTo sekitar 3 persen pada 2027.
Pada akhirnya, persaingan industri taksi Indonesia kembali memanas, didorong teknologi, model bisnis baru, dan investasi regional. Di tengah perubahan, pemain yang mampu menjaga relevansi dan efisiensi operasional akan menjadi penggerak utama transformasi mobilitas nasional.
![[Green SM] Taxi Photo.jpg](https://image.fortuneidn.com/post/20250916/upload_b88e850df7b77b274daba91d86e15409_fa42d2f1-485d-43f9-b65f-d4770052c1ec.jpg)