Jakarta, FORTUNE - Kinerja PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) tertekan pada periode 9 bulan pertama 2025. Saham AMMN pun terkoreksi 1,07 persen ke harga Rp6.950 pada akhir perdagangan Kamis (30/10).
Dikutip dari laporan keuangan per akhir September 2025, penjualan bersih AMMN tertekan 78 persen (YoY) dari US$2,4 miliar menjadi US$545 juta. EBITDA perseroan juga terkoreksi 81 persen (YoY) dari US$1,48 miliar menjadi US$279 juta. Sejalan dengan koreksi itu, laba bersih sebesar US$717,11 juta perseroan juga berbalik menjadi rugi bersih sebesar US$178,54 juta.
Penyebab utamanya adalah kendala dalam ramp-up smelter dan larangan ekspor konsentrat sejak awal 2025. "Seiring dengan berjalannya masa transisi ini, kami tetap fokus pada peningkatan efisiensi operasional, optimalisasi biaya, dan percepatan kinerja produksi," kata Presiden Direktur AMMAN, Arief Sidarto dalam keterangannya, Kamis (30/10).
Sebagai konteks, AMMN menghentikan operasional sementara pada fasilitas smelternya pada Juli dan Agustus 2025. Itu karena perbaikan pada flash converting furnace dan pabrik asam sulfat.
Selama proses itu, fasilitas tersebut diupayakan beroperasional secara parsial. Proses itu diproyeksi akan berlanjut hingga semester-I 2026.
Dari sisi pertambangan, terjadi penurunan volume material yang ditambang sebesar 6 persen, dari 241 juta ton menjadi 225 juta ton. Penambangan bijih yang diproses pun tergerus 21 persen (YoY) dari 29 juta ton menjadi 23 juta ton.
Namun, perseroan telah memulai produksi emas murni pertama pada Juli 2025. "Kami tetap yakin bahwa kegiatan penambangan dapat mencapai panduan produksi 2025," kata Arief.
Lebih lanjut, proyek ekspansi utama AMMN (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap, regasifikasi LNG, dan ekspansi pabrik konsentrator) diperkirakan akan beroperasi pada 2026.
"Kami tetap fokus pada faktor-faktor yang berada dalam kendali kami, menjalankan operasi dengan disiplin, terus meningkatkan keunggulan operasional, dan menjaga efisiensi biaya," ujarnya.
