Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Gerai Chagee (commons.wikimedia.org/SpotsDGZooa 662)
Gerai Chagee (commons.wikimedia.org/SpotsDGZooa 662)

Jakarta, FORTUNE - Produsen teh Chagee Holdings tetap kukuh dengan strategi menjual produk premium berharga tinggi, meski penjualan dan laba perusahaan merosot tajam akibat konsumen beralih ke jaringan pesaing yang menawarkan minuman jauh lebih murah.

Jaringan teh seduh segar asal Shanghai itu memilih tidak terlibat dalam perang harga yang kini mewarnai pasar minuman Tiongkok. Sementara itu, kompetitor seperti Luckin Coffee dan Mixue Group justru bekerja sama dengan raksasa teknologi Tiongkok untuk memberikan subsidi besar-besaran, sehingga mampu menjual minuman supermurah melalui platform daring sepanjang 2025.

“Kami tidak sepenuhnya terlibat dalam perang harga,” ujar Shang Xiangmin, salah satu pendiri Chagee, dilansir dari Bloomberg.

“Perang harga mungkin salah satu cara bersaing, tetapi kami ingin tetap berpegang pada strategi jangka panjang untuk membangun merek premium," katanya, menambahkan.

Namun, strategi tersebut kini menghadapi tekanan besar. Persaingan harga yang agresif membuat pertumbuhan penjualan Chagee pada kuartal kedua melambat drastis menjadi 10 persen, dari 35 persen pada periode sebelumnya.

Melansir The Strait Times, pendapatan operasional yang disesuaikan juga turun 10 persen, berbalik dari pertumbuhan dua digit di kuartal pertama. Penjualan toko sejenis di kawasan Tiongkok Raya bahkan merosot 23 persen.

Kinerja yang melemah membuat nilai pasar Chagee anjlok hampir seperempat sejak awal tahun. Analis Citigroup memangkas proyeksi pendapatan tahunan Chagee, memperingatkan tekanan akan berlanjut hingga akhir tahun.

Meski begitu, Shang tetap optimistis. Ia yakin minuman premium Chagee akan kembali merebut hati konsumen setelah gelombang minuman murah mereda, terutama jika pemerintah Beijing benar-benar menertibkan persaingan ekstrem di sektor ini. “Intervensi pemerintah untuk menekan kompetisi brutal dapat mengurangi keunggulan harga pesaing,” ujarnya.

Sejak awal, Chagee menempatkan dirinya sebagai “Starbucks-nya teh Tiongkok.” Shag mengatakan, Starbucks telah memperkenalkan kopi ke seluruh dunia selama puluhan tahun dan Chagee ingin menapaki jalur serupa untuk membawa teh lebih jauh lagi.

Untuk memperkuat posisinya di segmen premium, Chagee meluncurkan seri teh seduh ekstrak dan cha latte dengan harga dua hingga tiga kali lipat dari minuman diskon di jaringan lain. Gerai utama Chagee di Hong Kong kini tengah menguji menu berbahan daun teh premium nasional yang diseduh dan disajikan oleh spesialis di dalam toko. Harga minuman tersebut setara dengan kopi single-origin di Starbucks Reserve, yakni antara HK$40–HK$50 atau sekitar Rp80.000–Rp100.000.

Namun, perlambatan konsumsi di Tiongkok tidak hanya berdampak pada Chagee. Starbucks sendiri kini tengah mencari mitra strategis untuk membeli sebagian saham operasinya di pasar tersebut. Chagee memiliki lebih dari 200 gerai internasional dari total 7.000 toko secara global. Penjualan di pasar luar negeri melonjak 70 persen pada kuartal kedua, dengan Asia Tenggara sebagai fokus utama ekspansi. Perusahaan juga telah membuka 11 gerai di Singapura dan dua di Amerika Serikat.

Selain meniru strategi bisnis Starbucks, Chagee juga mengadaptasi konsep “third place”, menjadi ruang sosial antara rumah dan kantor, dengan menciptakan toko berukuran luas dan suasana yang nyaman bagi pelanggan. “Kami ingin para pencinta teh duduk di toko kami dan merasakan budayanya,” ujar Shang.

Editorial Team