Sebelumnya, pada 2 April 2025, Presiden Trump menetapkan tarif impor menyeluruh sebesar 10% untuk seluruh negara, yang ia sebut sebagai "Hari Pembebasan". Namun, setelah terjadi gejolak di pasar keuangan global, pemerintah AS menangguhkan penerapan tarif di atas 10% selama 90 hari guna membuka ruang negosiasi dagang.
Tarif tambahan tersebut seharusnya mulai diberlakukan kembali pada 9 Juli 2025. Akan tetapi, surat resmi kepada 14 negara terkait tarif baru telah dikirim sebelum batas waktu tersebut.
Sejauh ini, Amerika Serikat telah mencapai tiga kesepakatan perdagangan, yakni dengan Inggris, Vietnam, serta kesepakatan parsial bersama Tiongkok terkait pengurangan tarif balasan.
Di sisi lain Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyampaikan bahwa masih ada beberapa kesepakatan yang sedang dalam proses, dan pengumuman lanjutan direncanakan dalam waktu dekat. Sementara itu, dalam suratnya kepada negara-negara yang terdampak, Trump juga menyampaikan peringatan bahwa setiap tindakan balasan berupa kenaikan tarif terhadap barang AS akan dibalas dengan penambahan tarif secara proporsional.
Di samping itu, pemerintah AS juga menyatakan rencana penambahan tarif 10% terhadap negara-negara yang dianggap mendukung kebijakan kelompok BRICS. Hal ini menyusul pernyataan sikap dari beberapa anggota BRICS yang diklaim bertentangan dengan kepentingan ekonomi AS.
BRICS yang awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini telah diperluas dengan enam anggota baru, termasuk Indonesia. Pemerintah AS menegaskan bahwa dinamika hubungan diplomatik akan tetap menjadi salah satu pertimbangan dalam penyesuaian kebijakan tarif ke depan.