Jakarta, FORTUNE – Sejumlah pebisnis perempuan mengungkapkan kisah suksesnya dalam menjalankan usaha. Mereka mengatakan, keyakinan pada tujuan usaha yang dilakukan merupakan kunci kembali bangkit dari kejatuhan bisnis.
Founder dari produk cokelat asli indonesia, Pipiltin Cocoa, Tissa Aunilla, menceritakan bahwa bisnis yang ia sudah jalani selama 11 tahun bersama sang Adik, Irvan Helmi, sempat mengalami titik terendah bisnis setelah dua tahun mendirikan bisnis pada 2013.
“Konsep Avant Garde (pelopor) yang aneh-aneh dan progresif (untuk bisnis cokelat) mungkin belum waktunya, sehingga kami mengalami kerugian secara bisnis,” katanya dalam acara Women Founders Indonesia, Senin (22/4).
Padahal, selama enam bulan pertama, kafe khusus cokelat yang dibangunnya selalu waiting list, namun lama kelamaan mereka kembali ke kafe yang mereka beri konsep ‘Avant Garde’ tersebut. Akhirnya, mereka pun tak menyerah dan bangkit kembali, karena visi yang kuat dan menyatu dengan keteguhan hati mereka di bidang bisnis yang ditekuni.
“Makanya, saya tidak percaya kalau semua orang harus jadi founder. Kita bisa jadi apapun asalkan hati kita ada di situ (bidang yang dipilih). Kalau hati kita ada di situ, kita akan memberikan semua daya dan upaya yang kita miliki, untuk mencapai tujuan kita. Kalau kita punya sense of purpose, kita pasti nyari cara untuk terus maju dan itu yang bikin bertahan,” ujar Tissa.
Akhirnya, fokus utama yang tadinya berupa sebuah kafe dengan spesifikasi cokelat premium, kini beralih pada produk cokelat. Perusahaan yang didirikan pun mulai berekspansi dengan menerapkan strategi untuk memasukkan produk Pipiltin di hotel, supermarket, dan membuka cabang di dalam pusat-pusat perbelanjaan.
Kini, Pipiltin Cocoa sudah memasok cokelat asli Indonesia secara premium dengan harga 40-50 persen di atas harga pasar–dari enam wilayah, mulai dari Aceh, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Timur, Flores, sampai ke Papua Barat.
Tak hanya untuk konsumen dalam negeri, perusahaan juga mengimpor ke sejumlah negara seperti Jepang dan Singapura. Bahkan, Tissa dan Irvan bisa memberdayakan para petani cokelat lokal untuk kehidupan yang lebih baik.