Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Ilustrasi Baterai Mobil Listrik (Istimewa)
Ilustrasi Baterai Mobil Listrik (Istimewa)

Intinya sih...

  • Terjadi pelemahan pasar kendaraan listrik baik di dalam negeri maupun ekspor.

  • Berakhirnya insentif pajak pembelian kendaraan memicu kelesuan pasar tersebut.

  • Perlambatan permintaan domestik sulit ditutup oleh kinerja ekspor.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Industri baterai litium Tiongkok dibayangi risiko kontraksi signifikan pada awal 2026. Pelemahan pasar kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di ranah domestik maupun mancanegara menjadi sinyal peringatan bagi rantai pasok global yang selama ini bergantung pada pertumbuhan pesat negara tersebut.

Pada Senin (29/12), menurut lansiran Reuters, Sekretaris Jenderal Asosiasi Mobil Penumpang Cina (CPCA), Cui Dongshu, memproyeksikan permintaan baterai energi baru akan merosot tajam mulai akhir 2025 hingga awal 2026. Pelemahan ini dipicu oleh berakhirnya berbagai insentif pajak pembelian kendaraan listrik yang selama ini menjadi mesin penggerak pasar.

“Memasuki 2026, permintaan baterai energi baru akan turun signifikan dari akhir tahun ini. Produsen baterai sebaiknya mengurangi produksi dan mengambil jeda untuk menghadapi fluktuasi pasar,” demikian Cui melalui unggahan pada akun media sosial pribadinya.

Selama ini, Tiongkok mendominasi manufaktur dan ekspor baterai dunia. Namun, pergeseran siklus pasar ini berpotensi menekan kinerja raksasa industri seperti Contemporary Amperex Technology Co Ltd (CATL) dan EVE Energy.

Cui memperkirakan volume penjualan kendaraan penumpang ramah lingkungan di Tiongkok bakal terkoreksi setidaknya 30 persen pada kuartal pertama 2026 dibandingkan dengan kuartal IV-2025. Penurunan ini merupakan dampak langsung dari penghentian stimulus fiskal yang telah mendorong konsumsi secara masif dalam beberapa tahun terakhir.

Tekanan serupa menghantui segmen kendaraan listrik komersial. Konsumen cenderung mempercepat pembelian hingga akhir 2025 guna memanfaatkan subsidi, sehingga memicu kekosongan permintaan yang tajam pada awal tahun depan.

Di sisi lain, lesunya permintaan domestik sulit terkompensasi oleh kinerja ekspor. Data menunjukkan ekspor baterai litium Tiongkok ke Uni Eropa hanya tumbuh tipis 4 persen sepanjang 2025.

Sementara itu, pengiriman ke Amerika Serikat (AS) justru terkontraksi 9,5 persen.

Cui menilai penurunan ekspor ke AS mengindikasikan lonjakan kebutuhan penyimpanan energi akibat tren kecerdasan buatan (AI) belum mampu menutup celah penurunan permintaan dari sektor EV. Selain itu, faktor risiko kebijakan global tetap menjadi hambatan utama.

Analis UBS, Yishu Yan, menyoroti meningkatnya ketidakpastian akibat pembatasan AS terhadap proyek-proyek yang menerima kredit pajak investasi jika melibatkan entitas asing yang dianggap berisiko. Kebijakan ini kian mempersempit akses produsen Tiongkok ke pasar AS.

Menanggapi pelemahan ini, otoritas Tiongkok mulai mengisyaratkan langkah mitigasi melalui penyesuaian biaya rantai industri. Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara Cina mengumumkan rencana penurunan tarif impor untuk 935 produk mulai 2026, termasuk komoditas berbasis sumber daya seperti bubuk hitam (black powder) daur ulang untuk baterai litium-ion.

Melalui kebijakan tersebut, tarif impor sementara akan ditetapkan di bawah tarif most favored nation (MFN) bagi anggota WTO.

Selain material baterai, pengurangan tarif ini juga mencakup sektor medis, seperti pembuluh darah buatan dan alat diagnostik penyakit menular, sebagai upaya memperkuat daya saing ekonomi secara makro.

 

Editorial Team