Sriwijaya Air yang didirikan oleh Hendry Lie dan kawan-kawannya mengawali kiprah di industri penerbangan nasional dengan satu unit pesawat Boeing 737-200. Penerbangan perdananya dilakukan pada 10 November 2003.
Rute domestik yang dilayani Sriwijaya Air pada waktu itu mencakup rute Jakarta–Pangkal Pinang, Jakarta–Palembang, Jakarta–Jambi, dan Jakarta–Pontianak, semuanya dilakukan dengan sistem pulang-pergi (PP).
Berkat kepemimpinan dan strategi bisnis dari Hendry Lie, Sriwijaya Air yang mulanya hanya memiliki satu pesawat mampu berkembang dengan pesat. Kini, armada maskapai tersebut telah tumbuh menjadi 48 pesawat Boeing, dengan jangkauan hingga 53 rute.
Rute-rute tersebut mencakup penerbangan domestik dan juga beberapa rute internasional, seperti Medan–Penang. Seiring perkembangannya, Sriwijaya menjadi salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia. Maskapai ini mampu melayani lebih dari 950 ribu penumpang setiap bulan.
Hendry Lie sempat menduduki posisi sebagai komisaris ketika Sriwijaya Air berada di bawah pengelolaan Garuda Indonesia Group. Namun, masa jabatannya berakhir pada tahun 2019.
Di luar bisnis penerbangan, Hendry Lie juga aktif di sektor pertambangan. Ia tercatat sebagai pemilik PT Tinindo Inter Nusa (TIN), perusahaan peleburan dan pemurnian timah yang berlokasi di Pulau Bangka.
Aktivitas bisnisnya di sektor ini turut mengangkat namanya hingga masuk daftar orang terkaya Indonesia versi majalah GlobeAsia edisi Juni 2016. Bersama saudaranya, Chandra Lie, ia menempati posisi ke-105 dengan total kekayaan sebesar US$325 juta.
Selain itu, Hendry juga diketahui memiliki berbagai aset properti, termasuk tanah, bangunan, dan vila di Bali.