Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Sriwijaya Air (Dok. Sriwijaya)

Intinya sih...

  • Hendry Lie, eks bos Sriwijaya Air yang jadi tersangka korupsi timah

  • Anak dan istri Hendry diperiksa oleh Kejaksaan Agung sebagai saksi

  • Kasus korupsi timah menyeret sejumlah perusahaan dan menyebabkan kerugian negara Rp300 triliun

Profil Hendry Lie menarik perhatian publik seiring dengan ditetapkannya sebagai tersangka dugaan kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah 2015-2022. Statusnya ditetapkan oleh Kejaksaan Agung pada November 2024 lalu.

Terbaru, anak dan istri Hendry Lie juga ikut diperiksa oleh Kejaksaan Agung hari ini, Rabu (9/4). Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuskenkum) Kejagung, Harli Siregar, keduanya diperiksa sebagai saksi.

Lantas, siapakah sosok Hendry Lie sebenarnya dan bagaimana pemilik maskapai penerbangan ini bisa terlibat dalam skandal korupsi timah? Berikut penjelasan mengenai profil Hendry Lie.

Profil Hendry Lie

Sriwijaya Air (Dok. Sriwijaya)

Hendry lahir di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung pada 1965. Ia dikenal luas sebagai salah satu sosok penting di balik berdirinya maskapai penerbangan Sriwijaya Air.

Ia turut membentuk Sriwijaya Air bersama saudaranya, Chandra Lie, serta dua rekannya yang lain, yaitu Johannes Bundjamin dan Andy Halim. Sriwijaya Air secara resmi mulai beroperasi pada tahun 2003 dan berkantor pusat di Tangerang, Banten.

Pada masa awal pendiriannya, Hendry Lie dan tim pendirinya tidak bekerja sendiri. Mereka menggandeng beberapa profesional di bidang penerbangan untuk memastikan operasional berjalan lancar seperti Supardi, Capt. Kusnadi, Capt. Adil W, Capt. Harwick L, Gabriella, dan Suwarsono.

Bisnis Hendry Lie

Sriwijaya Air yang didirikan oleh Hendry Lie dan kawan-kawannya mengawali kiprah di industri penerbangan nasional dengan satu unit pesawat Boeing 737-200. Penerbangan perdananya dilakukan pada 10 November 2003.

Rute domestik yang dilayani Sriwijaya Air pada waktu itu mencakup rute Jakarta–Pangkal Pinang, Jakarta–Palembang, Jakarta–Jambi, dan Jakarta–Pontianak, semuanya dilakukan dengan sistem pulang-pergi (PP).

Berkat kepemimpinan dan strategi bisnis dari Hendry Lie, Sriwijaya Air yang mulanya hanya memiliki satu pesawat mampu berkembang dengan pesat. Kini, armada maskapai tersebut telah tumbuh menjadi 48 pesawat Boeing, dengan jangkauan hingga 53 rute.

Rute-rute tersebut mencakup penerbangan domestik dan juga beberapa rute internasional, seperti Medan–Penang. Seiring perkembangannya, Sriwijaya menjadi salah satu maskapai penerbangan terbesar di Indonesia. Maskapai ini mampu melayani lebih dari 950 ribu penumpang setiap bulan.

Hendry Lie sempat menduduki posisi sebagai komisaris ketika Sriwijaya Air berada di bawah pengelolaan Garuda Indonesia Group. Namun, masa jabatannya berakhir pada tahun 2019.

Di luar bisnis penerbangan, Hendry Lie juga aktif di sektor pertambangan. Ia tercatat sebagai pemilik PT Tinindo Inter Nusa (TIN), perusahaan peleburan dan pemurnian timah yang berlokasi di Pulau Bangka.

Aktivitas bisnisnya di sektor ini turut mengangkat namanya hingga masuk daftar orang terkaya Indonesia versi majalah GlobeAsia edisi Juni 2016. Bersama saudaranya, Chandra Lie, ia menempati posisi ke-105 dengan total kekayaan sebesar US$325 juta.

Selain itu, Hendry juga diketahui memiliki berbagai aset properti, termasuk tanah, bangunan, dan vila di Bali.

Hendry Lie terjerat kasus korupsi timah

Ilustrasi timah (pixabay.com/Stafichukanatoly)

Nama besar Hendry Lie di dunia bisnis kini tercoreng akibat keterlibatannya dalam kasus korupsi besar di sektor pertambangan timah. Ia terseret dalam kasus dugaan korupsi terkait tata niaga Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah pada 2015-2022.

Kerugian negara akibat praktik ilegal ini diperkirakan mencapai angka fantastis, yakni hampir Rp300 triliun.

Perusahaan milik Hendry, PT TIN, diduga menjadi bagian dari rantai kerjasama ilegal tersebut. General Manager PT TIN yang berinisial RL telah ditetapkan sebagai tersangka karena menandatangani kontrak untuk pengumpulan bijih timah secara ilegal.

Sebanyak 22 orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung, termasuk Hendry Lie sendiri. Sejak April 2024, Hendry Lie resmi ditetapkan sebagai tersangka ke-22.

Menurut Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, Hendry Lie diduga menerima manfaat finansial untuk perusahaannya dari kerjasama ilegal tersebut. Tak hanya itu, adiknya yang bernama Fandy Lie, yang menjabat sebagai kepala divisi pemasaran PT TIN, juga ikut menjadi tersangka.

Menurut penyelidikan, Hendry Lie sebagai pemilik manfaat (beneficiary owner) PT TIN, secara sadar terlibat dalam proses kerjasama penyewaan peralatan antara PT TIN dan PT Timah Tbk. Aktivitas tersebut mencakup pengolahan dan peleburan bijih timah yang berasal dari pertambangan ilegal.

Akibat perbuatannya, Hendry dijerat dengan sejumlah pasal, termasuk Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kabar terbaru kasus korupsi yang menjerat Hendry Lie

Kedua anggota keluarga Hendry Lie diperiksa terkait kasus dugaan korupsi timah yang menyeret PT Refined Bangka Tin (RBT). Selain itu, kasus ini juga menyeret sejumlah perusahaan lainnya, seperti PT Sariwigunan Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Inter Nusa (TIN) dan CV Venus Inti Perkasa (VIP).

Meski tidak menjelaskan detail terkait pemeriksaan kedua anggota keluarga Hendry Lie, Kejagung mengatakan bahwa hal ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang dimaksud.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, Febrie Adriansyah, menyampaikan lima perusahaan yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi timah dibebani ganti rugi negara sebesar Rp152 triliun.

Rincian kerugian lingkungan hidup senilai Rp271 triliun dalam perkara ini ditanggung masing-masing. PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SB sebesar Rp23 triliun, PT SIP sebesar Rp24 triliun, PT TIN sebesar Rp23 triliun, dan PT VIP sebesar Rp42 triliun.

Editorial Team