Jakarta, FORTUNE - PT Tata Metal Lestari mengekspor 10.000 baja lapis ke pasar Amerika Serikat (AS) senilai US$12,6 juta atau sekitar Rp205,44 miliar. Sepanjang 2025, perusahaan telah mengapalkan empat kali dengan target ekspor mencapai 69.000 ton, naik 133 persen dibandingkan realisasi tahun 2024.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, industri baja nasional terus menunjukkan ketangguhannya di tengah tantangan global. Peluang ekspor semakin terbuka lebar seiring dengan kebijakan pembatasan perdagangan di antara para pemain utama global, termasuk Amerika Serikat (AS) yang menerapkan tarif tinggi terhadap produk baja berdasarkan Section 232.
Meskipun tarif impor baja di AS mencapai 50 persen, lebih tinggi dibandingkan tarif produk lainnya yang terkena 19 persen, AS tetap bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan baja lapisnya.
“Untuk meningkatkan daya saing, para pelaku industri nasional harus bisa lebih efisien dalam proses produksinya sehingga nilai tambah produk yang dihasilkan menjadi lebih tinggi,” kata Agus dalam keterangan tertulis dikutip Selasa (22/7).
Menurutnya, industri nasional perlu mengoptimalkan ekspor produknya ke pasar Amerika guna memanfaatkan tarif bea masuk yang rendah bagi Indonesia dibanding negara lain. Saat ini, ekspor menjadi satu mesin ekonomi yang diandalkan dalam memacu perekonomian nasional. Tidak hanya dari segi nilai, tetapi juga volume barang yang diekspor terus meningkat. Artinya, produksi dan logistik benar-benar bergerak.
“Ada empat mesin utama yang menggerakkan ekonomi Indonesia, yaitu konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah, investasi, dan net ekspor. Dari keempat mesin tersebut, saat ini kinerja ekspor yang masih melaju kencang,” ungkapnya.
Oleh karena itu, kebijakan hilirisasi industri perlu konsisten untuk terus dijalankan dalam menciptakan produk turunan yang bernilai tambah tinggi. Ini juga menjadi peluang bagi pelaku industri untuk mengisi produk hilir ke pasar ekspor, termasuk ke Amerika Serikat.
Namun demikian, Menperin juga mengingatkan, potensi pasar dalam negeri masih sangat besar. “Sebesar 80 persen output dari industri manufaktur kita untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, dan ini yang perlu kita jaga dari serbuan produk impor,” ujar dia.
Ia mengapresiasi langkah PT Tata Metal Lestari yang mampu menembus pasar ekspor AS di tengah kebijakan proteksionis yang ketat, mencerminkan kemampuan industri manufaktur Indonesia dalam menghasilkan produk berstandar global.
“Capaian ini sekaligus membantah pendapat bahwa Indonesia sedang dalam fase deindustrialisasi, karena aktivitas industri masih berjalan baik hingga mereka aktif untuk memperluas pasarnya,” ujarnya.
Ekspor PT TML ke Amerika Serikat dan Kanada, telah dilakukan secara berkelanjutan sejak Oktober 2024. Ini membuktikan bahwa produk baja Indonesia dipercaya dan diterima di pasar global, bahkan di tengah dinamika kebijakan perdagangan yang terus berubah.
“Kami juga mengapresiasi PT TML sebagai salah satu perusahaan yang patuh terhadap upaya pemberlakukan SNI,”kata Agus.