Studi: Obesitas Picu Kenaikan Cuti Sakit, Produktivitas Kerja Terancam

Jakarta, FORTUNE - Obesitas kini bukan sekadar isu kesehatan pribadi, melainkan telah menjelma menjadi persoalan ekonomi dan produktivitas yang mendesak. Temuan dari studi komprehensif yang dipresentasikan dalam European Congress on Obesity di Venesia pada 2024 mengungkap fakta mengejutkan: pekerja dengan obesitas memiliki kemungkinan 2,5 kali lebih besar untuk mengambil cuti sakit lebih dari seminggu dalam setahun dibandingkan mereka yang memiliki berat badan sehat.
Bahkan individu dengan kelebihan berat badan ringan tercatat 22 persen lebih sering absen karena sakit. Data ini diperoleh dari analisis terhadap 123.000 pekerja di seluruh Eropa, termasuk Inggris, yang menduduki peringkat tiga terburuk dalam hal prevalensi obesitas.
“Obesitas menyebabkan berbagai komplikasi seperti hipertensi, diabetes, radang sendi, dan sleep apnea,” kata Dr Thomas Czypionka dari Institute for Advanced Studies, Wina, melansir BBC. Ia menambahkan bahwa obesitas turut memperburuk kondisi-kondisi kronis yang kerap menjadi alasan utama pekerja tidak masuk kerja. Tak heran, produktivitas nasional ikut terdampak, terlebih di Inggris yang kini menghadapi tingkat sakit jangka panjang tertinggi sepanjang sejarah.
Lonjakan cuti sakit ini juga berdampak pada eksklusi sosial dan ekonomi. Di Inggris, dalam lima tahun terakhir, setengah juta perempuan terpaksa keluar dari angkatan kerja, sebagian besar karena nyeri punggung yang diperparah oleh berat badan berlebih. Kantor Statistik Nasional Inggris melaporkan peningkatan jumlah orang yang mengambil cuti sakit jangka panjang dari 2,1 juta menjadi 2,8 juta orang sejak pandemi, mengakibatkan beban fiskal sebesar £50 miliar per tahun untuk tunjangan sakit.
Para pengkritik kebijakan pemerintah Inggris menyebut seruan untuk menekan "budaya surat sakit" sebagai langkah reaktif yang tidak menyentuh akar masalah. Tanpa penanganan obesitas secara sistemik, segala upaya reformasi ketenagakerjaan akan seperti menambal kapal bocor dengan plester. Tak hanya di Inggris, tren obesitas juga menghantui dunia kerja di Indonesia.
Bagaimana di Indonesia dan apa solusinya?
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada penduduk dewasa di Indonesia meningkat dari 21,8 persen pada 2018 menjadi 28,7 persen pada 2023. Di lingkungan kerja, kondisi ini berdampak langsung pada penurunan energi, gangguan konsentrasi—yang kerap disebut brain fog—dan peningkatan risiko penyakit kronis. Kondisi tersebut tak hanya menurunkan produktivitas, tapi juga membebani sistem kesehatan perusahaan dan negara.
“Stres kerja, gaya hidup sedentary, dan pola makan tidak sehat adalah penyebab utama obesitas di kalangan pekerja,” ujar Anna Yesito Wibowo, Chief Marketing Officer dari LIGHT Group, dalam keterangannya kepada Fortune Indonesia (2/7). Dalam konteks inilah, perusahaan mulai menyadari pentingnya peran Corporate Wellness Program sebagai strategi pencegahan dan perbaikan jangka panjang.
Dia mengungkap, sejak 2014 LIGHTcoach Corporate Wellness Program menjadi salah satu pendekatan yang diadopsi sejumlah perusahaan di Indonesia untuk menangani masalah obesitas di tempat kerja. Program ini mencakup pendampingan penurunan berat badan selama 90 hari oleh ahli gizi serta dukungan kesehatan mental melalui psikolog. Inisiatif tersebut merupakan pengembangan dari metode LIGHTweight yang sebelumnya diterapkan di klinik LIGHThouse—pusat pengendalian berat badan yang telah beroperasi lebih dari 20 tahun di Indonesia.
“Program ini hadir sebagai jawaban atas tantangan nyata yang dihadapi banyak perusahaan saat ini: penurunan produktivitas akibat kondisi kesehatan karyawan yang menurun akibat obesitas dan kelelahan mental,” ujar Anna. Ia menambahkan bahwa keberhasilan sebuah program terletak pada pendekatan menyeluruh dan berkelanjutan yang tidak hanya fokus pada angka timbangan, tetapi juga transformasi gaya hidup dan motivasi kerja.
Langkah-langkah konkret seperti pemeriksaan kesehatan rutin, edukasi gizi, serta pelatihan membaca label makanan menjadi bagian dari program ini. LIGHTcoach juga memfasilitasi Weight Loss Program berbasis modul yang telah teruji secara klinis. Perusahaan yang menerapkan program ini berharap dapat menekan angka ketidakhadiran, mengurangi biaya asuransi kesehatan, dan meningkatkan efisiensi kerja karyawan.
Melihat gelombang data dan tantangan yang kian kompleks, jelas bahwa obesitas di tempat kerja bukan masalah sepele. Hal itu bisa memicu turunnya produktivitas dan daya saing tenaga kerja akan kian melemah. Dalam konteks ini, Corporate Wellness Program bukan sekadar inisiatif tambahan, tetapi menjadi bagian esensial dari strategi keberlanjutan perusahaan di era modern.