Keputusan ini sebenarnya telah lama menjadi wacana. Awalnya, penerapan tarif dijadwalkan pada 4 Maret, tapi Trump mengambil langkah tidak terduga dengan menunda implementasinya bagi impor kendaraan dari dua negara tetangga dan mitra dagang utama, Kanada dan Meksiko.
Penyesuaian waktu ini disinyalir bertujuan memberikan ruang gerak lebih luas bagi para produsen otomotif AS dalam mempersiapkan diri menghadapi lanskap kebijakan perdagangan yang baru ini.
Kendati demikian, di balik retorika optimisme Gedung Putih, para analis dan pakar industri menyampaikan kekhawatiran mendalam mengenai potensi dampak negatif dari kebijakan ini. Mereka memperingatkan pengenaan tarif tidak hanya terbatas pada kendaraan utuh, tetapi juga pada komponen-komponen krusial seperti suku cadang mobil, baja, dan aluminium.
Kondisi ini berpotensi meningkatkan biaya produksi bagi para produsen, yang pada akhirnya hampir pasti akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga.
Data perdagangan saat ini menunjukkan betapa eratnya rantai pasok otomotif antara AS dengan negara tetangganya. Sekitar 20 persen dari seluruh mobil dan truk ringan yang dijual di AS saat ini diproduksi di Kanada atau Meksiko.
Pada 2024, nilai impor kendaraan AS dari Meksiko mencapai angka fantastis, US$79 miliar, sementara impor dari Kanada US$31 miliar. Lebih lanjut, impor suku cadang dari Meksiko dan Kanada pada tahun yang sama juga sangat signifikan, masing-masing mencapai US$81 miliar dan US$19 miliar.
"Tarif ini justru bisa merugikan industri otomotif AS, mengancam banyak lapangan kerja, dan berisiko menurunkan produksi otomotif di dalam negeri," ujar John Murphy, Wakil Presiden Senior Kamar Dagang AS, kepada Fortune.
Senada dengan kekhawatiran tersebut, ekonom senior dari KPMG, Ken Kim, menyoroti lonjakan pesanan kendaraan dan suku cadang sebesar 4 persen pada Februari. Peningkatan ini menjadi yang terbesar dalam tiga tahun terakhir dan diyakini kuat dipicu oleh upaya para pelaku industri untuk mengamankan harga sebelum tarif impor resmi diberlakukan.
Kim memperkirakan harga kendaraan baru di AS berpotensi mengalami kenaikan cukup dramatis, berkisar antara US$2.000 hingga US$10.000, atau sekitar 20 persen dari harga rata-rata saat ini yang mencapai US$48.500.
"Konsumen sudah terbebani inflasi yang tinggi," demikian Kim dalam laporannya.
Kim juga mencatat bahwa belanja masyarakat AS mengalami penurunan sebesar 0,3 persen pada Februari, menjadi penurunan terbesar dalam tujuh bulan terakhir. Data ini semakin menambah keraguan akan efektivitas kebijakan tarif di tengah kondisi ekonomi yang masih penuh ketidakpastian.
Di tengah berbagai prediksi dan kekhawatiran yang muncul, kebijakan tarif impor mobil dan truk ringan ini menjadi ujian besar bagi ketahanan dan daya saing industri otomotif Amerika Serikat.