ADB: Krisis Pandemi Membuat 4,7 Juta Warga Asia Tenggara Jatuh Miskin

Jakarta, FORTUNE – Bank Pembangunan Asia atau ADB menyatakan krisis akibat pandemi COVID-19 telah berdampak buruk terhadap masalah sosial-ekonomi masyarakat Asia Tenggara. Menurut lembaga tersebut, 4,7 juta warga negara-negara ASEAN jatuh ke kemiskinan ekstrem tahun lalu.
Laporan bertajuk Southeast Asia: Rising from the Pandemic menunjukkan kemiskinan terjadi seiring lepasnya pekerjaan dari 9,3 juta orang di Asia Tenggara. Menurut ADB, jumlah kemiskinan maupun kehilangan pekerjaan ini merupakan skenario perbandingan dengan situasi normal atau tanpa kejadian wabah virus corona.
“Pandemi ini telah menimbulkan pengangguran di mana-mana, memperburuk ketimpangan, serta memperbesar tingkat kemiskinan, dan hal-hal tersebut terutama menimpa kaum perempuan, pekerja usia muda, dan lanjut usia (lansia) di Asia Tenggara,” kata Presiden ADB, Masatsugu Asakawa, dalam keterangan kepada media, Kamis (17/3).
Secara keseluruhan, perekonomian negara Asia Tenggara diperkirakan belum lepas dari dampak COVID. Pasalnya, gelombang COVID-19 Omicron dapat memangkas pertumbuhan ekonomi kawasan hingga 0,8 poin persentase pada 2022. Output ekonomi kawasan ini diperkirakan bisa turun lebih dari 10 persen ketimbang skenario tanpa pandemi.
Pemulihan ekonomi
Meski demikian, laporan tersebut turut merekam pemulihan ekonomi di seluruh kawasan. Dalam periode dua tahun terakhir sampai Februari 2022, sebagian besar negara mengalami kenaikan kunjungan tempat ritel dan rekreasi hingga 161 persen.
Asia Tenggara masih akan menghadapi sejumlah tantangan global, termasuk munculnya varian lain dari COVID-19, pengetatan suku bunga global, gangguan rantai pasokan, serta kenaikan harga komoditas dan inflasi.
Pada aspek penanganan kesehatan, 59 persen penduduknya sudah menerima vaksin lengkap (dua dosis). ADB mendorong pemerintah di kawasan ini mengalokasikan lebih banyak sumber daya guna memastikan sistem kesehatan optimal, meningkatkan pengawasan terhadap penyakit, dan merespons potensi pandemi di masa mendatang.
Investasi kesehatan, menurut ADB, dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan partisipasi dan produktivitas tenaga kerja. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara dapat meningkat 1,5 poin persentase apabila belanja di sektor kesehatan di kawasan ini mencapai 5 persen dari produk domestik bruto (PDB), dibandingkan dengan 3,0 persen pada 2021.
ADB pun merekomendasikan pemerintah untuk menggencarkan reformasi struktural demi daya saing dan produktivitas. Hal ini termasuk menyederhanakan prosedur dalam berusaha, mengurangi hambatan perdagangan, mendorong usaha kecil untuk mengadopsi teknologi baru, dan memberikan pelatihan kepada pekerja untuk mengatasi gangguan di pasar tenaga kerja.