IMF: Resesi Global Tak Terhindarkan di Tahun Depan

IMF pangkas prospek pertumbuhan ekonomi dunia hampir 1 poin.

IMF: Resesi Global Tak Terhindarkan di Tahun Depan
Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva. (Shutterstock)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan prospek resesi global tak terhindarkan 2023, seiring berbagai risiko yang terus meningkat. Masa suram ekonomi global sudah bahkan sudah terlihat sejak April lalu.

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva, mengatakan sejak April, banyak sentimen yang mempengaruhi perekonomian dunia secara signifikan, seperti penyebaran inflasi yang merata, kenaikan suku bunga tajam, perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina, dan beragam sanksi perang yang dikenakan kepada Rusia atas serangan ke Ukraina yang memperburuk keadaan.

“Ini seperti berada di perairan yang sangat berombak. Risiko terus meningkat hingga kami sulit mengesampingkannya,” ujarnya seperti dikutip dari Reuters Kamis (7/7).

Akibatnya, IMF kembali menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global tahun ini untuk ketiga kalinya ke angka 3,6 persen. Saat ini, para ekonom IMF masih menyelesaikan laporannya, dan perkiraan terbaru 2022-2023 diharapkan dapat rilis pada akhir Juli mendatang. Tahun lalu, ekonomi global tumbuh 6,1 persen.

Risiko resesi sudah ada di depan mata

Ilustrasi resesi ekonomi global. (Pixabay/Elchinator)

Kontraksi yang dialami negara-negara dengan ekonomi besar, seperti Cina dan Rusia, telah menyita perhatian para investor. Bahkan, kurva imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat– hari kedua berturut-turut sejak (6/7)–semakin menunjukkan resesi kian dekat dan ahirnya memicu kekhawatiran para investor.

Dengan situasi ini, Georgieva menilai bahwa perekonomian global akan semakin berat. “Ini akan menjadi tahun yang sulit, tetapi mungkin 2023 akan lebih sulit. Risiko resesi meningkat pada 2023,” katanya. 

Kondisi dilematis yang dihadapi banyak negara

Shutterstock/createjobs51

Georgieva mengatakan bahwa banyak negara menghadapi dilema dalam situasi seperti sekarang ini. Pengetatan kondisi keuangan yang lebih lama akan memperumit prospek pemulihan ekonomi global, sekaligus menampatkannya sebagai pilihan  penting untuk mengendalikan lonjakan harga.

Menurutnya, prospek global sekarang lebih heterogen daripada dua tahun lalu, dengan eksportir energi, termasuk Amerika Serikat, pada pijakan yang lebih baik, sementara importir sedang berjuang.

“Pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat mungkin merupakan ‘harga yang harus dibayar’ mengingat kebutuhan mendesak dan mendesak untuk memulihkan stabilitas harga,” katanya.

Hati-hari risiko divergensi fiskal dan moneter

International Monetary Fund. (Shutterstock)

Dengan meningkatnya risiko divergensi antara kebijakan fiskal dan moneter, maka Georgieva mengimbau negara-negara untuk mengkalibrasi berbagai langkah yang diambil dengan lebih berhati-hati. Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah kemungkinan dukungan fiskal yang merusak upaya bank sentral untuk mengendalikan inflasi.

"Kita perlu menciptakan tingkat koordinasi yang sama kuat antara bank sentral dan kementerian keuangan, sehingga mereka memberikan dukungan dengan cara yang sangat tepat sasaran ... dan tidak melemahkan apa yang ingin dicapai oleh kebijakan moneter," ujar Georgieva.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi