Jakarta, FORTUNE – Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang selama ini terus dimatangkan pemerintah bersama berbagai pihak terkait, akhirnya disahkan menjadi UU HPP melalui Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021–2022, Kamis (7/10).
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani dalam keterangan resmi (8/10), mengungkapkan bahwa tujuan UU HPP ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan dan mempercepat pemulihan ekonomi. Kebutuhan sumber daya yang begitu besar untuk mengembalikan ekonomi seperti sebelum pandemi, menuntut pemerintah menggunakan berbagai instrumen dalam desain upaya pemulihan ini, mulai pajak, belanja negara, hingga pembiayaan, dan lain sebagainya.
Melalui UU HPP, penerimaan pajak akan mencapai Rp140 triliun
Sejalan dengan Menteri Sri Mulyani, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Suahasil Nazara, menyatakan bahwa penerimaan perpajakan akan bertambah hingga Rp140 triliun pada 2022, melalui penerapan UU HPP yang baru saja disahkan.
Penerimaan perpajakan tahun depan ditargetkan mencapai Rp1.510 triliun. Namun, dengan adanya UU HPP, penerimaan diperkirakan mencapai Rp1.650 triliun. Bahkan, pada 2023, potensi peningkatannya dapat mencapai Rp150-Rp160 triliun.
“Tentu ini tidak akan terjadi dengan sendirinya. Artinya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki tugas mengumpulkan pajak dan harus bekerja lebih keras meng-cover bidang-bidang sumber penerimaan pajak,” kata Suahasil.
Peningkatan rasio pajak akan buat negara lebih kuat
Dalam UU HPP, rasio pajak dapat tilikan ulang. Ia menjelaskan bahwa saat ini rasio pajak Indonesia 8,4 persen, dan belum ideal untuk membuat negara lebih kuat. Dengan adanya UU HPP, rasio pajak diproyeksikan jadi 9,4 persen pada 2024, bahkan bisa mencapai 10 persen pada 2025.
“Kami ingin memastikan APBN (Anggaran Penerimaan Belanja Negara) kita itu makin lama makin sehat, penerimaannya meningkat, namun nanti belanjanya menjadi lebih baik juga. Meningkatkan penerimaan inilah yang dibuat basisnya di UU HPP ini,” kata Suahasil (8/10).
Suahasil berpendapat bahwa UU HPP akan jadi tonggak pembangunan Indonesia di masa depan. “Kita akan punya basis penerimaan yang baik dan sambil kita juga mempertajam terus belanja-belanja negara sehingga kemudian mendorong pembangunan. Ini logika yang kita bangun dari keseluruhan Undang-Undang HPP,” katanya menegaskan.
Proses perundangan sistem perpajakan akan dimulai secara bertahap
Setelah disahkan, UU HPP tidak serta merta diterapkan pada seluruh instrumen pajak. Sebelumnya, Kemenkeu melakukan sejumlah langkah, seperti penguatan administrasi perpajakan (KUP), program pengungkapan sukarela wajib pajak (PPS), serta perluasan basis perpajakan yang bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan melalui perbaikan kebijakan dalam PPh, PPN, cukai dan pengenalan pajak karbon.
Selain itu, penerapan peraturan baru ini pun bertahap. Berdasarkan Kemenkeu, berikut ini adalah beberapa muatannya.
- Perubahan UU Pajak Penghasilan (PPh) akan berlaku mulai tahun pajak 2022.
- UU pajak pertambahan nilai (PPN) yang baru akan berlaku pada 1 April 2022. Hal ini dilakukan untuk memberikan waktu komunikasi dan sosialisasi ke publik mengenai struktur dari PPN.
- UU Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) akan berlaku sejak peraturan ini diundangkan.
- Program pengungkapan sukarela wajib pajak tahun depan akan berlaku selama 6 bulan, mulai tanggal 1 Januari-30 Juni 2022.
- Elemen pajak karbon baru akan dimulai pada 1 April 2022, namun mengikuti peta jalan di bidang karbon.
- Perubahan di bidang UU cukai akan berlaku sejak tanggal diundangkan.