Alasan Bank Indonesia Belum Menerbitkan Mata Uang Digital

Perlu kesiapan infrastruktur pendukung hingga edukasi.

Alasan Bank Indonesia Belum Menerbitkan Mata Uang Digital
Shutterstock/Mezario
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Perkembangan mata uang digital kian pesat, tetapi hingga kini Bank Indonesia belum mengeluarkan mata uang digital. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menyampaikan, pihaknya tak akan buru-buru merilis mata uang digital karena berbagai alasan.

Padahal bank sentral di berbagai negara, seperti Bahama, Cina, dan Kamboja, mulai mengeluarkan mata uang digital yang dapat disimpan dalam ‘dompet digital’ di smartphone. Hal itu dianggap lebih praktis daripada penggunaan kartu kredit. Awal April lalu, bank sentral Jepang (BoJ) pun memulai percobaan tahap awal untuk melihat kelayakan penerbitan mata uang digital, menyusul upaya yang juga dilakukan oleh bank sentral di berbagai belahan dunia.

Berikut faktor yang melatarbelakangi bank sentral Tanah Air untuk tidak ikut ‘arus’ dari tren mata uang digital.

Berpotensi mengganggu sistem perbankan

Bank Indonesia belum mengeluarkan mata uang digital karena berisiko menghancurkan keseluruhan sistem perbankan yang telah ada di dalam negeri.

“Kalau sebuah bank sentral mengeluarkan CBDC (Central Bank Digital Currency) secara salah desain, dia akan menghancurkan semua bank,” kata Erwin dalam diskusi daring di Jakarta, pada Rabu (25/8).

Menurut Erwin, teknologi sebetulnya sudah memungkinkan Bank Indonesia mengeluarkan mata uang digital seperti cryptocurrency. Namun, apabila uang digital BI dapat dipergunakan langsung oleh masyarakat, perbankan komersial berpotensi tidak lagi dibutuhkan masyarakat.

“Sistem perbankan akan hancur,” katanya, menambahkan.

Meskipun demikian, tidak meneutup kemungkinan jika ke depan arus digitalisasi menguat, bank sentral akan menyesuaikan dengan mengeluarkan uang digital.

Saat ini, menurut Erwin, BI sedang memikirkan cara agar uang digital tersebut dapat relevan dan tidak menghancurkan keseluruhan sistem perbankan yang telah ada di Indonesia.

Perlunya revisi undang-undang

Mata uang digital tidak bisa diterbitkan begitu saja. BI menegaskan, bahwa berdasarkan Pasal 23 B UUD 1945 jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.

Artinya, pemerintah harus terlebih dahulu merevisi Undang-Undang yang selama ini hanya mengakui penggunaan mata uang fisik dalam bentuk kertas atau koin.

Namun sebelum itu, menurut Erwin, setiap kementerian dan lembaga pemerintah perlu terlebih dahulu bersinergi membuat strategi nasional menghadapi digitalisasi.

Kesiapan infrastruktur

Shutterstock/SPF

Penggunaan mata uang digital di Indonesia masih memiliki tantangan, baik dari sisi literasi maupun infrastruktur pendukungnya.

“Karena ada beberapa hal tentang infrastruktur digital yang harus dibangun dulu, termasuk sistem hukum, khususnya perlindungan data dan konsumen,” ujar Erwin.

Akan tetapi, BI tidak ingin menyerahkan begitu saja sistem perbankan kepada sektor swasta yang telah mengeluarkan mata uang digital, seperti cryptocurrency. Oleh karena itu, BI terus mendorong digitalisasi aktivitas penciptaan uang, penyimpanan uang, maupun penyaluran uang oleh sistem perbankan yang telah ada sekarang.

“Dan dia tetap industri yang harus highly regulated (diatur secara ketat) karena ada uang orang di situ,” ucapnya.

Wacana penerbitan masih CBDC dikaji

Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo pernah menyampaikan rencana BI mengenai penerbitan mata uang Rupiah digital yang dikelola bank sentral. Pihaknya saat ini tengah merumuskan pembentukan CBDC. Uang digital itu nantinya akan diedarkan bersama bank dan fintech secara wholesale ataupun retail.

“Kami akan melakukan kerja sama beserta bank-bank sentral lain, kami antara bank sentral saling studi untuk menyusun dan mengeluarkan itu (CBDC) InsyaAllah ke depannya,” kata Perry dalam acara yang bertajuk Indonesia Economic Outlook, Kamis (25/2).

Pada kesempatan yang sama Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menambahkan, CBDC merupakan sebuah representasi digital dari uang yang menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency. Menurutnya, CBDC bagian dari kewajiban moneter bank sentral.

Erwin menambahkan, BI juga tengah melakukan kajian untuk melihat potensi dan manfaat mata uang digital atau CBDC dikaitkan dengan kondisi di Indonesia. Hal ini akan menentukan terhadap perbedaan desain dan arsitektur CBDC yang akan dipilih, beserta mitigasi risikonya.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M