Kenali Perbedaan Waktu dan Biaya Transaksi antara BI-Fast dan SKNBI

BI-Fast dirancang untuk menggantikan SKNBI.

Kenali Perbedaan Waktu dan Biaya Transaksi antara BI-Fast dan SKNBI
Shutterstock/Mezario
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) akan mulai mengimplementasikan BI-Fast Payment tahap pertama mulai pekan kedua Desember 2021. Nantinya, sistem ini akan beroperasi selama 24 jam dan mempercepat sistem kliring di bank tanpa batas.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan hal tersebut merupakan implementasi dari peluncurkan BI-Fast pada Desember 2021 yang fase awalnya difokuskan untuk layanan transfer kredit individual.  "BI-FAST dibangun untuk mendukung konsolidasi industri dan integrasi Ekonomi dan Keuangan Digital (EKD) nasional secara end-to-end, bersifat national-driven," kata Perry melalui konferensi pers, Jumat (22/10). 

BI-Fast dirancang untuk menggantikan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), untuk dijadikan alat online payment nontunai bagi pelaku industri, ritel, dan UMKM. Inovasi ini diharapkan dapat menciptakan sistem pembayaran yang cepat, efisien, dan andal dalam meningkatkan aktivitas perekonomian. Lantas apa itu BI Fast dan apa bedanya dengan sistem kliring?
 

Besaran biaya transaksi

Lewat BI Fast, biaya transfer dari bank kepada nasabah dikenakan sebesar Rp2.500 per transaksi. Biaya melalui BI Fast lebih murah dari transaksi transfer antar bank yang saat ini senilai Rp6.500 per transaksi atau Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI) sebesar Rp2.900 per transaksi

Sedangkan untuk tarif transfer dari BI ke bank hanya dikenakan sebesar Rp19 per transaksi. BI menyatakan bakal mengevaluasi berkala terkait tarif transfer seiring dengan perkembangan layanan.

Segi waktu

SKNBI transaksi kliring dinilai masih cukup lama dan tidak real time. Sehingga dengan diterapkannya BI Fast Payment transaksi yang dilakukan bisa menjadi lebih cepat.

Pasalnya BI-Fast ini nantinya akan beroperasi selam 24 jam sehari, dan mempunyai notifikasi yang real time, memiliki fraud detection system, menggunakan proxy address, serta memiliki sistem Anti Money Laundry/Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT).

Beda dengan BI-Fast, Sistem Kliring yang hanya dapat dilakukan pada pagi hingga sore mengikuti jam operasinal dari perbankan. Kemudian prosesnya terkadang memakan waktu cukup lama di era digital ini, yakni sekitar 2-3 hari kerja. Sebab, pada sistem ini perlu dilakukan pengecekkan dari akun perbankan nasabah sampai ke rekening tujuan.
 

Nominal transfer

Sedangkan untuk nominal transfernya, BI menetapkan minimal dan maksimal batas transfer di BI Fast senilai Rp1-Rp250 juta per transaksi. Bila dibandingkan dengan sistem pembayaran Real Time Gross Settlement (RTGS) pun, nilai transfer BI Fast lebih fleksibel. Pasalnya, pada sistem pembayaran RTGS besaran dana transfer dipatok sebesar Rp100 juta sampai Rp250 juta.

Kemudian untuk SKNBI ini dapat membantu proses pemindahan sejumlah dana nasabah. Biasanya dilakukan transfer dana yang besar, dengan batas maksimal nominal transaksi Rp1 miliar dari satu pengirim ke satu penerima.

Kendati BI-Fast murah, namun BI menilai kebijakan tarif ini tidak akan membuat pendapatan non-bunga bank menurun. Misalnya, pendapatan komisi dari layanan transfer yang diberikan atau dikenal juga fee based income.

Daftar rekanan yang akan mengimplementasi BI-Fast

Dari tahap pertama pada Desember 2021, terdapat 22 bank yang bakal menerapkan maksimal tarif transfer antar bank Rp2.500/transaksi. Berikut daftarnya: 

Bank Tabungan Negara (BTN), DBS Indonesia, Bank Permata, Bank Mandiri, Bank Danamon, CIMB Niaga, Bank Central Asia (BCA), HSBC, Bank UOB, Bank Mega, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Syariah Indonesia (BSI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), OCBC NISP, Unit Usaha Syariah (UUS) BTN, UUS Permata, UUS CIMB Niaga, UUS Danamon, BCA Syariah, Bank Sinarmas, Citibank hingga Bank Woori.

Kemudian pada Januari 2022 akan bertambah 22 bank termasuk lembaga keuangan lainnya. Mereka adalah Bank Sahabat Sampoerna, Bank Harda International, Bank Maspion, Bank KEB Hana Indonesia, BRI Agroniaga, Bank Ina Perdana, dan Bank Mandiri Taspen.

Selanjutnya, Bank National Nobu, UUS Bank Jatim, Bank Mestika Dharma, Bank Jatim, bank Multiarta Sentosa, Bank Ganesha, UUS Bank OCBC NISP, Bank Digital BCA, UUS Bank Sinarmas, UUS Bank Jateng, Standard Chartered Bank, Bank Jateng, BPD Bali, Bank Papua, dan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Astra International (ASII) Bagi Dividen Rp17 Triliun, Ini Jadwalnya
Mengenal Proses Screening Interview dan Tahapannya
Cara Mengaktifkan eSIM di iPhone dan Cara Menggunakannya
Digempur Sentimen Negatif, Laba Barito Pacific Tergerus 61,9 Persen
Perusahaan AS Akan Bangun PLTN Pertama Indonesia Senilai Rp17 Triliun
SMF Akui Kenaikan BI Rate Belum Berdampak ke Bunga KPR Bersubsidi