Jakarta, FORTUNE - Menteri Keuangan Singapura, Lawrence Wong, mengatakan pemerintah akan menaikkan pajak karbonnya menjadi S$25 atau Rp266.401 per ton pada 2024, naik lima kali lipat dari tarif saat ini.
Langkah ini bertujuan untuk memungkinkan Singapura, pusat penyulingan minyak dan petrokimia utama Asia, untuk memenuhi target nol emisi karbon pada 2050
"Ini akan meredam dampak bagi perusahaan," kata Wong seperti dilansir Reuters, Minggu (20/2). "Ini juga akan membantu menciptakan permintaan lokal untuk kredit karbon berkualitas tinggi dan mengkatalisasi pengembangan pasar karbon yang berfungsi dengan baik dan diatur."
Singapura berencana meningkatkan pajak karbon lebih lanjut menjadi S$45 pada 2026 dan 2027, dan kembali menjadi S$50 hingga S$80 per ton pada 2030.
Mulai 2024, kata Wong, bisnis juga akan diizinkan membeli kredit karbon internasional untuk mengimbangi hingga 5 persen dari emisi kena pajak masing-masing.
Singapura negara pertama di Asia Tenggara
Kredit karbon adalah instrumen bersertifikat guna mengurangi emisi dan diperdagangkan oleh perusahaan untuk mengimbangi emisi di tempat lain.
Singapura adalah negara pertama di Asia Tenggara yang memperkenalkan skema penetapan pajak karbon. Negara ini telah menerapkan pajak karbonnya pada 2019.
Pajak karbon negara tersebut berlaku untuk semua fasilitas yang menghasilkan 25.000 ton atau lebih emisi rumah kaca setiap tahun, yang mencakup kilang minyak dan pembangkit listrik.
Pajak karbon bakal berdampak terhadap investasi
Dengan peningkatan pajak karbon tersebut, investasi untuk sektor ramah lingkungan bakal meningkat, demikian pernyataan seorang juru bicara ExxonMobil.
"Pajak karbon dan kebijakan pemerintah yang mendukung dapat membantu mendorong lebih banyak industri dan sektor untuk berinvestasi dalam penelitian atau teknologi untuk mengurangi emisi," katanya.
Selain itu, ia mengatakan skema pajak karbon yang ditetapkan pemerintah Singapura perlu dipahami. Pasalnya, orientasi ekonomi Negeri Singa adalah ekspor, jadi jangan sampai mengganggu persaingan industri terhadap perdagangan luar negeri.
Bakal berpengaruh ke persaingan dagang
Seorang juru bicara dari Shell mengatakan pajak karbon yang diberlakukan bakal mempengaruhi harga lainnya, seiring berjalannya transisi energi. "Ini sangat penting karena dampak daya saing jangka pendek adalah nyata," ujarnya.
Tidak seperti listrik, yang dikonsumsi di dalam negeri,Singapura menurutnya adalah pengekspor sebagian besar produk energi dan kimia. Karena itu, negara ini harus bersaing dengan para pengekspor lain yang tidak memiliki kebijakan pajak karbon.
“Jadi mereka menerapkan kebijakan yang membantu industrinya tetap kompetitif dalam perdagangan,” katanya.