Bank Swasta Besar Krisis, Investor dan Startup AS Ketar-Ketir

Harga obligasinya turun parah.

Bank Swasta Besar Krisis, Investor dan Startup AS Ketar-Ketir
ilustrasi bendera Amerika Serikat (pexels.com/Markus Winkler)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Silicon Valley Bank (SVB), salah satu bank terbesar Amerika Serikat yang memiliki klien perusahaan rintisan hingga modal ventura (venture capital/VC), dilaporkan tengah mengalami krisis keuangan.

Sahamnya pada Kamis (9/3) anjlok lebih dari 60 persen, dan dianggap sebagai penurunan terbesar dalam satu hari sepanjang sejarah perusahaan tersebut. Bank itu juga kehilangan 20 persen nilai sahamnya dalam perdagangan setelah jam kerja.

Dikutip dari BBC, harga saham SVB turun setelah mereka mengumumkan penjualan saham senilai US$1,75 miliar untuk membantu menopang kondisi keuangannya. Langkah itu diambil setelah bank tersebut rugi US$1,8 miliar dari aksi penjualan portofolio asetnya, terutama obligasi dari Departemen Keuangan AS.

Demi menanggapi hal tersebut, para perusahaan rintisan maupun pemodal ventura yang menyimpan dananya di SVB panik dan langsung ingin segera melakukan penarikan dana.

Bank “teknologi”

Bursa saham Amerika Serikat yang terletak di 11 Wall Street, Lower Manhattan, New York City. Di bursa saham tersebut miliaran dolar saham diperdagangkan setiap hari. Shutterstock/orhan akkurt

Fortune.com melansir, para investor dan pengusaha modal ventura gelagapan setelah mendengar krisis Silicon Valley Bank. Pasalnya, bank tersebut merupakan salah satu pemberi pinjaman dan bank paling produktif dalam ekosistem pasar swasta.

“Silicon Valley Bank seperti 20 bank teratas. [Mereka] adalah pemimpin perbankan teknologi...Saat ini baunya tidak enak dan ada banyak kepanikan,” kata seorang investor ventura, yang meminta namanya tidak disebutkan, kepada Fortune.com.

Dalam rangka berjaga-jaga jika SVB bangkrut, para investor telah menginformasikan jajaran startup dalam portofolionya untuk segera menarik dana di tempat lain yang lebih aman.

Para pejabat Silicon Valley Bank, melalui keterangan via email, berupaya meredam kepanikan dengan mengatakan bahwa “SVB dikapitalisasi dengan baik”, dan “memiliki neraca likuid berkualitas tinggi." Berdasarkan keterbukaan informasi, Rabu (8/3), bank tersebut mengaku masih memiliki likuiditas US$180 miliar.

“Kami telah mendukung Anda dan startup Anda selama 30 tahun. Kami sekarang meminta Anda untuk tidak panik,” kata CEO SVB, Greg Becker, dalam konferensi dengan investor ventura, seperti dilansir dari The Information.

Imbas suku bunga

Warga memakai payung sambil menyebrangi jalan di New York, Amerika Serikat, Selasa (26/10/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Caitlin Ochs/aww/cfo

Jika Silicon Valley Bank bangkrut, dampaknya akan meluas. Kejatuhan bank swasta itu ditengarai dapat membekukan seluruh usaha dan ekosistem pasar swasta, membatasi niat perusahaan untuk menarik kredit, dan mencegah aksi kesepakatan. Bahkan, para pendiri perusahaan yang baru saja mengumpulkan modal jutaan dolar mungkin tidak memiliki akses terhadap modal tersebut untuk beberapa waktu.

“Jika akun tersebut dibekukan, kesepakatan tidak dapat dipenuhi, perangkat lunak tidak dapat dibayar—penundaan semacam ini, bahkan dalam beberapa minggu, dapat menjadi bencana besar bagi bisnis,” kata seorang investor ventura kepada Fortune.

Di sisi lain, krisis Silicon Valley Bank ini ditengarai karena imbas kenaikan suku bunga acuan. Melansir BBC, di pasar yang lebih luas, muncul kekhawatiran tentang nilai obligasi perbankan yang turun—dan menjadi kurang berharga—seiring kenaikan suku bunga.

Bank-bank sentral di seluruh dunia, termasuk Federal Reserve AS dan Bank of England, telah mengerek suku bunga secara tajam demi mengendalikan inflasi tinggi.

Sementara, perbankan cenderung memiliki portofolio obligasi yang besar. Memang, turunnya nilai obligasi yang dipegang bank belum tentu menjadi masalah kecuali mereka terpaksa menjualnya.

Namun, jika bank seperti Silicon Valley Bank, harus jual rugi obligasi yang mereka pegang, hal itu bisa berdampak pada profitnya.

"Bank-bank adalah korban dari kenaikan suku bunga," kata Ray Wang, pendiri dan kepala eksekutif konsultan Constellation Research yang berbasis di Silicon Valley kepada BBC. "Tidak seorang pun di Silicon Valley Bank dan di banyak tempat berpikir bahwa kenaikan suku bunga ini akan berlangsung selama ini. Dan saya pikir itulah yang sebenarnya terjadi."

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Cara Membuat Akun PayPal dengan Mudah, Tanpa Kartu Kredit!
UOB Sediakan Kartu Kredit Khusus Wanita, Miliki Nasabah 70 ribu
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus tapi Iuran Tetap Beda, Seperti Apa?
IBM Indonesia Ungkap Fungsi WatsonX Bagi Digitalisasi Sektor Keuangan
Survei BI: Tren Harga Rumah Tapak Masih Naik di Awal 2024
Saksi Sidang Kasus Korupsi Tol MBZ Sebut Mutu Beton Tak Sesuai SNI