Anomali Rendahnya Penyaluran Kredit dibandingkan Pertumbuhan DPK

Kredit hanya tumbuh 0,59%, sedangkan DPK melesat 11,28%.

Anomali Rendahnya Penyaluran Kredit dibandingkan Pertumbuhan DPK
Ilustrasi Bank
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Penyaluran kredit perbankan tercatat masih tumbuh terbatas pada level 0,59% secara Year on Year (YoY) pada Semseter I-2021. Meski tumbuh positif, angka tersebut masih jauh lebih rendah dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 11,28% (YoY). 

Lantas adakah anomali terkait fenomena tersebut? Terlebih perbankan memiliki fungsi intermediasi dalam mencukupi pembiayaan masyarakat. 

Menjawab hal tersebut, Pengamat Perbankan sekaligus Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memandang peningkatan DPK hanya bersifat sementara dalam upaya pemulihan ekonomi masyarakat. Menurut Josua terdapat 2 Faktor utama penyebab tingginya DPK namun Kredit masih sangat rendah.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mencapai 7,07% (YoY) pada kuartal-II 2021 padahal di kuartal I-2021 ekonomi RI masih -0,74%. Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menilai, likuiditas industri perbankan sampai dengan semester I-2021 masih berada pada level yang memadai. Di mana Capital Adequacy Ratio industri perbankan tercatat sebesar 24,33% atau jauh di atas threshold.

Masyarakat menabung dan memilih SBN

ShutterStock/JOAT

Josua menilai, banyak masyarakat yang menyimpan dananya di bank sebagai upaya antisipasi memburuknya perekonomian. Josua juga berpendapat, meski belum dialirkan ke kredit, masyarakat lebih antusias untuk mengarahkan dana mengendapnya ke instrumen investasi Surat Berharga Negara (SBN). 

"Perbankan mendorong penempatan dana di SBN di tengah banjirnya likuiditas. Hal itu mempertimbangkan bahwa perbankan secara langsung berkontribusi pada program pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah, termasuk dalam rangka pembiayaan defisit APBN dengan mengelola portofolio SBN," kata Josua ketika dihubungi oleh Fortune Indonesia, Selasa 10 Agustus 2021. 

Dunia usaha masih wait and see

ANTARA FOTO/Maulana Surya

Josua menambahkan, penyaluran kredit yang lebih rendah dari DPK merupakan fenomena yang lumrah terjadi. Terlebih permintaan kredit masih belum deras, mengingat para pengusaha masih wait and see terhadap kondisi pemulihan ekonomi. 

Meski demikian, pemulihan ekonomi Indonesia yang mulai nampak di kuartal-II diharapkan semakin meningkatkan kepercayaan pengusaha agar permintaan kredit bisa kembali deras. "Sejalan dengan pemulihan ekonomi diharapkan sisi permintaan kredit akan terus meningkat. Sehingga perbankan pun akan juga mendorong fungsi intermediasinya dengan tetap memegang prinsip kehati-hatian," ujar Josua. 

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Cara Daftar BRImo Secara Online Tanpa ke Bank, Ini Panduannya
Jumlah Negara di Dunia Berdasarkan Keanggotaan PBB
Erick Thohir Buka Kemungkinan Bawa Kasus Indofarma ke Jalur Hukum
Saat Harga Turun, Edwin Soeryadjaya Borong Saham SRTG Lagi
Lampaui Ekspektasi, Pendapatan Coinbase Naik Hingga US$1,6 Miliar
Mengenal Apa Itu UMA pada Saham dan Cara Menghadapinya