Ekonomi Global Masih Bergejolak, BI Waspadai 5 Permasalahan Ini

Permasalahan global mulai dari inflasi hingga nilai tukar.

Ekonomi Global Masih Bergejolak, BI Waspadai 5 Permasalahan Ini
Gubernur BI Perry Warjiyo saat menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Periode September 2022 (22/9)/Tangkapan Layar
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta FORTUNE - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengingatkan, Indonesia harus selalu mewaspadai ancaman gejolak ekonomi global yang belum mereda.

Menurutnya, terdapat lima permasalahan ekonomi global yang akan dihadapi di masa mendatang. Hal ini perlu diwaspadai agar tak berdampak yang besar bagi ekonomi dalam negeri. 

"Dunia memang masih bergejolak. Oleh karena itu, kita harus senantiasa waspada. Ada lima permasalahan global yang akan kita hadapi ke depan," kata Perry melalui konferensi video di Jakarta, Rabu (14/12).

 

Pertumbuhan ekonomi dunia dan inflasi

Ilustrasi resesi ekonomi global. (Pixabay/Elchinator)

Pertama, BI berharap seluruh pihak untuk mewaspadai pertumbuhan ekonomi dunia akan menurun. Hal ini pula yang menimbulkan fenomena slow growth dan meningkatnya risiko resesi di Amerika Serikat (AS)dan Eropa.

Sebelumnya, Perry mengatakan, ekonomi AS diprediksi hanya mencapai 1,2 persen dan Eropa 0,7 persen di 2023.

Permasalahan kedua terkait inflasi global. Inflasi akan melambung akibat kenaikan harga energi dan pangan global yang masih tinggi. Bahkan inflasi global diprediksi capai 9,2 persen. Inflasi global ini disumbang oleh negara-negara maju maupun berkembang di mana inflasi yang terjadi di negara berkembang akan lebih tinggi.

Suku bunga tinggi hingga nilai tukar

The Federal Reserve ( FED ) to control interest rates. (Shutterstock/Pla2na)

Ketiga, waspadai suku bunga acuan yang tinggi. BI memperkirakan suku bunga Bank Sentral AS, Federal Reserve (Fed) dapat mencapai lima persen dalam merespons inflasi dan kemungkinan akan tetap tinggi selama tahun 2023.

Permasalahan keempat ialah nilai tukar. Kuatnya dolar AS akan menimbulkan tekanan atau depresiasi terhadap berbagai mata uang dunia, termasuk rupiah. BI mencatat nilai tukar rupiah sampai dengan 16 November 2022 terdepresiasi 8,65 persen dibandingkan dengan level akhir 2021 (year-to-date/ytd).

Kelima, cash is the king. Fenomena uang tunai lebih berharga dari instrumen investasi lainnya saat ini masih menjadi momok. Para investor global ada kecenderungan menarik dananya dari emerging markets ke aset likuid untuk menghindari risiko.

Untuk menghadapi gejolak global, Perry mengatakan semua pihak harus memperkuat sinergi dan kolaborasi, kerja sama, bersatu padu dan bersama jaga momentum pemulihan ekonomi. Menurutnya, sinergi menjadi kata kunci untuk ketahanan, pemulihan, dan kebangkitan ekonomi nasional. 

"Itu telah terbukti selama kita mengatasi pandemi. Kita terhindar dari krisis ekokomi berkat sinergi erat antara BI pemerintah dan KSSK," katanya. 

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus tapi Iuran Tetap Beda, Seperti Apa?
TDS 3 in Jakarta: NCT Dream, Sebuah Ikon Pertumbuhan
IBM Indonesia Ungkap Fungsi WatsonX Bagi Digitalisasi Sektor Keuangan
Ulang Tahun ke-22, Starbucks Indonesia Donasi Rp5 Miliar ke Gaza
Perkuat Ekosistem Kuliner Jepang, J Trust Gandeng Kushikatsu Daruma
Saat Bos Starbucks Bicara Persaingan dengan Brand Kopi Lokal