Ini 4 Dampak dari Kenaikan Suku Bunga Acuan BI

Bunga deposito dan kredit bakal naik namun ekonomi melambat.

Ini 4 Dampak dari Kenaikan Suku Bunga Acuan BI
Ilustrasi Bank Indonesia dalam Uang/Shutterstock E.S Nugraha
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 50 basis poin bps atau 0,5% ke level 4,75%. Dengan demikian, BI telah menaikan suku bunga acuan sebanyak 3 kali sepanjang 2022. 

Langkah BI menaikkan suku bunga acuan tersebut sebagai upaya antisipasi kenaikan laju inflasi dalam negeri. Tujuan lainnya adalah untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, serta menjaga agar selisih suku bunga BI dengan suku bunga Bank Sentral Amerika (The Fed) tetap atraktif.

Banyak kalangan menilai, kebijakan suku bunga acuan BI tersebut bakal berdampak positif maupun negatif bagi perekonomian nasional. Lalu, apa saja dampaknya? Simak ulasan berikut. 
 

1. Bunga deposito dan kredit bakal naik

Ilustrasi ketersediaan uang tunai Bank Mandiri/Dok Bank Mandiri

Suku bunga acuan BI menjadi salah satu acuan perbankan untuk menentukan besaran bunga deposito dan kredit perumahan, kendaraan, maupun jenis kredit lainnya. Saat ini, suku bunga perbankan baik bunga deposito maupun kredit sebenarnya sudah mengalami kenaikan menyesuaikan kenaikan suku bunga acuan BI pada Agustus dan September lalu sebesar total 75 basis poin (bps). 

Meski demikian, kenaikan suku bunga perbankan tersebut masih terbatas karena likuiditas perbankan masih longgar. "Kenaikan suku bunga kebijakan mendorong peningkatan suku bunga pasar uang, di tengah kenaikan suku bunga perbankan yang masih terbatas," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (20/10). 

Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan, transmisi dari kebijakan peningkatan suku bunga acuan BI ke perbankan masih belum terjadi secara penuh. Hal ini terlihat dari rata-rata kenaikan suku bunga kredit sebesar 2 bps setara 0,02 persen dan suku bunga deposit 10 bps atau setara 0,10 persen. 

2. Nilai tukar rupiah menguat

ilustrasi uang (unsplash.com/Mufid Majnun)

Kenaikan suku bunga diyakini dapat memperkuat ketahanan kurs rupiah terhadap penguatan dollar AS. Namun, penguatan nilai tukar tersebut juga dipicu oleh fenomena super dollar yang terus berlanjut. 

"Dampak dari naiknya bunga acuan di satu sisi bisa memperkuat ketahanan kurs rupiah karena fenomena super dollar AS terus berlanjut," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, Kamis (20/10). 

Sejak Januari hingga Oktober 2022, BI mencatat nilai tukar rupiah telah terdepresiasi sebesar 8,03 persen dibandingkan dengan level akhir 2021. Depresiasi tersebut disebabkan dollar AS yang perkasa. 

Sementara itu, Analis Sinarmas Futures Ariston Tjendra mengatakan, peluang nilai tukar rupiah yang melemah masih sangat terbuka. Hal itu lantaran faktor yang membuat rupiah melemah masih akan berlanjut. Salah satunya, selisih suku bunga acuan yang semakin tipis justru tidak menguntungkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. 

"Faktor-faktor penekan rupiah tersebut belum hilang dan kemungkinan masih ada di bulan-bulan mendatang," ujarnya. 

3. Perlambat pertumbuhan ekonomi

Warga menikmati pemandangan saat mengunjungi area Skywalk di Senayan Park, Jakarta, Sabtu (1/1/2022). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/hp.

Kenaikan suku bunga acuan berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, dampak kebijakan moneter ini tidak langsung berimbas ke perekonomian. 

Kenaikan suku bunga acuan BI sebesar 50 bps ini baru akan dirasakan beberapa bulan ke depan. "Kenaikan suku bunga memang berpotensi berdampak negatif menahan pertumbuhan ekonomi. Tetapi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi tidak bersifat segera," ujar Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam, Kamis (20/10). 

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi 2022 diperkirakan masih akan sesuai ekspektasi BI, yakni berada di kisaran 4,5-5,3 persen. Hal tersebut lantaran kenaikan suku bunga acuan BI secara bertahap akan mendorong kenaikan suku bunga deposito perbankan. Kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit atau pembiayaan. Setelah sektor perbankan terdampak kenaikan suku bunga BI, barulah sektor konsumsi dan investasi nasional terdampak hingga akhirnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. 

4. Kenaikan kredit modal kerja

ilustrasi pekerja pabrik (unsplash.com/Jeriden Villegas)

Perbankan diprediksi akan lebih cepat menyesuaikan kenaikan bunga kredit modal kerja ketimbang jenis kredit lainnya. Sebab, rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) kredit modal kerja lebih tinggi dibandingkan dengan NPL kredit jenis lain seperti kredit investasi atau konsumsi.

"Kenaikan suku bunga kredit modal kerja cenderung akan lebih cepat dan atau lebih besar dari kenaikan suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit konsumsi," kata ekonom Bank Permata Josua Pardede, Jumat (21/10). 

Josua menjelaskan, kenaikan suku bunga kredit berpotensi akan mendorong kenaikan biaya pinjaman (cost of borrowing) pelaku usaha yang akan menahan upaya untuk memperkuat momentum pertumbuhan. "Dampaknya pada perbankan, kenaikan suku bunga acuan BI diperkirakan berpotensi juga berdampak pada sektor riil," ucapnya. 

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
Bukan Cuma Untuk Umrah, Arab Saudi Targetkan 2,2 Juta Wisatawan RI
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M