Klaim Penyakit Kritis di Asuransi Generali Naik 34% pada 2023

Ini penyebab utama dari penyakit kritis.

Klaim Penyakit Kritis di Asuransi Generali Naik 34% pada 2023
ilustrasi rumah sakit (unsplash.com/Adhy Savala)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Klaim Asuransi Generali Indonesia untuk Penyakit Kritis tercatat naik 34,16 persen secara year on year (yoy) di sepanjang tahun 2023. Tak hanya itu, untuk jumlah kasus penyakit juga naik 32,35 persen. 

Berdasarkan data resmi dari Generali, beberapa jenis penyakit kritis dengan kasus terbanyak adalah kanker payudara, gagal ginjal kronis, sumbatan pembuluh darah jantung dan serangan jantung, serta stroke.

“Saat ini, kebanyakan produk asuransi yang beredar di pasaran berfokus pada jumlah penyakit kritis tertentu, sedangkan sesuai dengan fakta di atas jumlah dari penyakit tersebut terus berubah, bertambah seiring dengan waktu,” tulis laporan Generali yang dikutip di Jakarta, Kamis (1/2).


 

Asuransi penyakit kritis harus diperhatikan masyarakat

Keluarga Asuransi. (ShutterStock/CorneliusKhrisnaTedjo)

Tidak dapat dipungkiri, penyakit kritis membutuhkan perawatan intensif dan jangka panjang serta biaya yang tidak sedikit. Studi biaya kanker di wilayah ASEAN mengungkapkan bahwa terdapat insiden keuangan bagi pasien kanker setelah 12 bulan, yang mana porsi pengeluaran perawatan sudah melebihi 30 persen dari pendapatan rumah tangga.

Untuk itu, asuransi terhadap penyakit kritis merupakan faktor penting yang harus diperhatikan masyarkat. Perubahan pada produk asuransi penyakit kritis juga harus selaras dengan perkembangan penyakit dan dunia medis, sehingga sesuai dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. 

Tentunya, semakin luas dan lengkap proteksi penyakit kritis, akan semakin memberikan ketenangan, sehingga saat harus menghadapi penyakit tersebut bisa fokus pada penyembuhan, tanpa perlu khawatir terkait biaya.

Ini penyebab utama dari penyakit kritis

Ibu Negara, Iriana Joko Widodo, memeluk salah satu korban perang yang dirawat di rumah sakit. (Twitter @jokowi)

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO, 10 (sepuluh) penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi di Indonesia ditempati oleh deretan penyakit kritis yakni stroke, jantung, diabetes, tuberculosis (TBC), sirosis hati, paru-paru kronis, diare, hipertensi, infeksi saluran pernapasan, dan neonatal. 

Bahkan menurut data terbaru yang dikeluarkan oleh BPJS tahun ini, 8 (delapan) penyakit yang paling menghabiskan biaya hingga puluhan triliun juga mencakup penyakit kritis yang sama yakni jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, hemofilia, thalassemia, leukemia, dan sirosis hati.

Sedangkan, Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa penyakit kritis yang termasuk dalam kategori penyakit tidak menular (PTM) masih menjadi tantangan di Indonesia yang angkanya terus meningkat sejak tahun 2010. 

“Pola asuh, pola gerak dan pola makan seperti tinggi kalori, rendah serat, tinggi garam, tinggi gula dan tinggi lemak yang diikuti gaya hidup sedentary, memilih makanan junk food/siap saji, ditambah dengan kurangnya aktivitas fisik, stress dan kurangnya istirahat menjadi penyebab seseorang bisa terjangkit penyakit ini,” tulis Generali.

Di tengah tantangan penyakit kritis yang dihadapi, dunia juga seakan masih terus dikejutkan dengan beberapa penyakit baru yang muncul dan menarik perhatian banyak orang. Penyakit ini disebut emerging infectious disease (EIDs) yang menjadi kekhawatiran dalam kesehatan masyarakat serta berpotensi menyebabkan kematian pada manusia dalam jumlah besar. Penyakit baru muncul tiap tahun dan berpotensi jadi penyakit kritis. Secara global, WHO juga mengkategorikan permasalahan kesehatan mencapai 68.000 jenis. Sebanyak 6.172 jenis merupakan penyakit langka.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Ekspor Nonmigas April 2024: Logam Mulia Turun, Nikel Naik
Ini Tips Kelola Keuangan Untuk Pasturi yang LDR Antar Negara
Dibayangi Risiko Geopolitik,Ekonomi RI Diprediksi Tumbuh 5,06% di 2024
Gandeng Spotify, Boss Creator & Podkemas Asia Hadirkan PODFEST 2024
Riset East Ventures: Kesenjangan Digital RI Turun Meski Spread Naik
Impor Barang Konsumsi Januari-April 2024 Melesat 12,55%, Ini Pemicunya