Kurang Literasi & ‘Greedy’ jadi Pemicu Maraknya Investasi Bodong

Waspadai investasi bodong, cek selalu bunga imbal hasil.

Kurang Literasi & ‘Greedy’ jadi Pemicu Maraknya Investasi Bodong
ilustrasi administrasi keuangan (unsplash.com/ Towfiqu barbhuiya)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Investasi bodong masih memakan korban di kalangan masyarakat Indonesia. Bahkan, Satgas Waspada Investasi (SWI) mencatat bahwa kerugian investasi bodong dalam kurun waktu 2018 hingga 2022 mencapai Rp123 triliun. Nyatanya, dari sekian banyak korban investasi bodong, ternyata tidak sedikit yang notabenenya berpendidikan tinggi. Dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan latar belakang pendidikan tinggi, bukan jaminan kalau tingkat literasi keuangannya sudah baik. 

Peneliti Senior Core Indonesia, Etikah Karyani Suwondo menilai, kondisi tersebut juga dipicu oleh rendahnya literasi keuangan dan adanya sifat tergiur untuk cepat untung atau biasa disebut greedy. 

Di tengah maraknya investasi bodong dan juga rendahnya tingkat literasi keuangan, serta minimnya pemahaman tentang investasi yang legal menjadi pintu masuk bagi para pemangsa dalam menawarkan investasi bodongnya. Apalagi secara psikologi, banyak korban itu pada dasarnya tidak bisa menahan diri untuk cepat untung (greedy). 

"Masyarakat biasanya terjerat investasi bodong karena ada iming-iming, sifat greedy, dan merasa mampu mengelola risiko," ujar Etikah melaui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (5/6). 

Waspadai investasi bodong, cek selalu bunga imbal hasil keuntungan

Shutterstock/Know How

Untuk itu, masyarakat harus semakin waspada hingga menekan sifat greedy jika menerima tawaran imbal hasil menggiurkan yang tidak masuk akal. Apalagi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah menerbitkan berbagai aturan untuk memangkas investasi bodong. Industri keuangan pun telah melakukan literasi dan edukasi sejalan. 

Namun, sebagai target investasi bodong, masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan, berhati-hati dengan tawaran imbal hasil bunga tinggi, dan tau profil risiko diri. 

Banyaknya masyarakat yang tertipu investasi bodong, kata dia, menandakan bahwa akses masyarakat ke jasa keuangan cukup tinggi (inklusi keuangan tinggi), namun literasi keuangan belum begitu baik dan perlu ditingkatkan. Masyarakat pun harus waspada dengan tawaran bunga yang tinggi, karena semakin tinggi bunga yang ditawarkan maka risikonya pun lebih besar. 

"Karena memang tidak dijamin oleh LPS. Ini banyak terjadi pada Lembaga keuangan seperti Bank Digital yang memberikan return (bunga) tinggi di atas Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) LPS. Artinya, kalau bunga mereka diatas TBP LPS maka itu menjadi tidak dijamin LPS dan itu harus disampaikan kepada para nasabah," ungkap Etikah. 

Untuk itu, masyarakat harus jeli dalam memilih investasi. Terutama dalam memperhatikan logo dari regulator jasa keuangan seperti LPS. Pasalnya, banyak Lembaga Keuangan (LK) yang menggunakan logo dan mengatasanamakan LPS. Padahal, LK tersebut merupakan non bank, sehingga jika terjadi masalah, maka dana simpanan tidak mendapat jaminan dari LPS. 

Kemudian, biasanya LK tersebut memberikan iming-iming keuntungan yang tinggi dalam waktu singkat dan janji “tanpa risiko”. Hal ini sering terjadi di masyarakat terutama pada konsumen yang cenderung memiliki sifat greedy. Lalu, ada juga penyedia investasi yang tidak kredibel. Maka dari itu, pastikan bahwa perusahaan investasi telah terdaftar dan/atau mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang seperti OJK. 

"Penyedia investasi ilegal biasanya juga tidak memberikan informasi yang jelas atau menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis," tegasnya. 

Pahami instrumen sebelum berinvestasi

ilustrasi investasi publik (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Secara terpisah, Pengamat Perbankan Paul Sutaryono pun sependapat. Bahwa maraknya kasus investasi bodong itu disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan (financial literacy) konsumen. 

Selain itu, tambah dia, maraknya investasi bodong tersebut juga disebabkan oleh rendahnya habitat membaca (reading habit) konsumen. Sehingga, banyak masyarakat yang memang memiliki inklusi keuangan baik, namun minim literasi keuangan. Untuk itu, para calon investor diharapkan bisa memahami instrumen investasi sebelum berinvestasi. 

"Oleh karena itu, OJK dan bank serta lembaga keuangan non bank wajib terus menerus melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai produk dan jasa perbankan, investasi dan keuangan. Upaya itu amat diharapkan dapat mengerek tingkat literasi keuangan konsumen. Dengan demikian, kasus-kasus investasi bodong dapat ditekan sedemikian rendah," paparnya. 

Menurutnya, ada banyak hal yang harus dipahami sebelum berinvestasi. Apalagi sifat greedy ini sangat melekat sekali pada pelaku investor, tentu saja hal ini menjadi kesempatan bagi penyedia investasi bodong untuk mengelabui. Lalu bagaimana cara mengatasi sifat 'serakah' ini. Satu-satunya cara adalah dengan mencari ilmu yang memadai tentang investasi. 

Pahami prinsip-prinsip investasi dengan baik. Jika sudah paham prinsip investasi, maka pelaku investasi tidak akan mudah terbawa mindset 'serakah' dan tidak akan dikuasai rasa takut. Kemudian pengetahuan yang memadai tentang investasi juga penting. Dalam berinvestasi juga harus lebih tenang dan bijak dalam mengambil keputusan. Dengan demikian sifat 'serakah' ini akan hilang dan berinvestasi pun jadi lebih tenang.

Magazine

SEE MORE>
Chronicle of Greatness
Edisi April 2024
[Dis] Advantages As First Movers
Edisi Maret 2024
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023

Most Popular

Ekspor Nonmigas April 2024: Logam Mulia Turun, Nikel Naik
Ini Tips Kelola Keuangan Untuk Pasturi yang LDR Antar Negara
Dibayangi Risiko Geopolitik,Ekonomi RI Diprediksi Tumbuh 5,06% di 2024
Gandeng Spotify, Boss Creator & Podkemas Asia Hadirkan PODFEST 2024
Riset East Ventures: Kesenjangan Digital RI Turun Meski Spread Naik
Impor Barang Konsumsi Januari-April 2024 Melesat 12,55%, Ini Pemicunya