LPS: Likuiditas Dalam Negeri Mampu Tahan Gejolak Ekonomi Global 

Level likuiditas lebih dari cukup, ini buktinya.

LPS: Likuiditas Dalam Negeri Mampu Tahan Gejolak Ekonomi Global 
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudi Sadewa di Fortune Indonesia Summit 2022 di The Westin, Jakarta pada Rabu (18/5).
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan, kondisi likuiditas dalam negeri mampu menahan dan mengurangi dampak gejolak ekonomi global termasuk Amerika Serikat (AS). 

“Pertumbuhan uang primer mencapai 20 persen, bahkan angka terakhir (Juni 2022) menunjukkan pertumbuhannya di angka 28 persen. Artinya, sudah cukup banyak uang yang berada di sistem perekonomian kita,” kata Purbaya melalui keterangan resmi di Jakarta, Rabu (10/8). 

Seperti diketahui, ekonomi global masih dibayangi oleh tapering off yang dilakukan oleh Bank Sentral AS (The Fed). Tujuannya jelas untuk mengendalikan inflasi dan membawa ekonomi AS ke level yang lebih stabil dengan cara menaikkan bunga dan mengetatkan kebijakan moneter. 

“Di Amerika Serikat saat ini hampir resesi, diperkirakan tapering yang dilakukan Bank Sentral mereka juga hampir berakhir. Jadi kami melihat ujung dari tapering tersebut sudah sedikit terlihat. Pengetatan lebih lanjut tidak akan terlalu signifikan," jelas Purbaya.

Level likuiditas lebih dari cukup, ini buktinya

Ilustrasi ketersediaan uang tunai Bank Mandiri/Dok Bank Mandiri

Lebih lanjut Purbaya menyatakan keadaan likuiditas dalam sistem finansial lebih dari cukup. 

Hal itu ditunjukkan juga oleh indikator seperti  Rasio Alat Likuid atau Non-Core Deposit (AL/NCD) di level 133,4 persen dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) di level 29,9 persen pada Juni 2022. 

“Intinya likuiditas perbankan nasional tetap terjaga  dengan baik. Perlu ditekankan lagi di sini  bahwa kondisi likuiditas tersebut  bukan  hanya tergantung kepada kondisi global saja, karena sebenarnya kondisi likuiditas perbankan ada di bawah kendali kita sendiri," kata Purbaya. 

Kepemilikan asing di SBN turun 15%

ilustrasi pasar saham (unsplash.com/tech daily)

Lebih lanjut, Purbaya juga menanggapi data  yang menunjukan susutnya kepemilikan asing pada Surat Berharga Negara (SBN) yang turun 15 persen (yoy) pada Junin 2022. 

Purbaya menjelaskan bahwa ada dua sisi yang dapat dilihat dari perkembangan tersebut. Sisi pertama ialah baik bila dilihat dari ketergantungan RI terhadap dana asing untuk pembangunan semakin kecil. 

"Lebih banyak uang yang bersumber dari dalam negeri yang dapat digunakan untuk membiayai misalnya pembangunan infrastruktur nasional," tambah Purnaya. 

Keuntungan lainnya adalah stabilitas pasar SBN menjadi lebih mudah dijaga karena Indonesia tidak terlalu terpengaruh lagi oleh pegerakan investor asing di pasar obligasi. 

"Dengan jumlah kepemilikan asing yang lebih sedikit, maka akan relatif lebih memudahkan bagi Bank Sentral maupun pemerintah dalam mengendalikan gejolak di pasar obligasi,  sehingga stabilitas pasar finansial relatif lebih mudah dijaga,” jelasnya.  

Ia pun membandingkan dengan Jepang, dimana hampir 90 persen surat berharganya dikuasai oleh domestik.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M