Jakarta, FORTUNE - Office of Chief Economist Bank Mandiri memperkirakan kredit perbankan akan tumbuh sebesar 9,9 persen (yoy) pada tahun ini seiring dengan membaiknya perekonomian nasional.
Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri Dendi Ramdani menilai, terdapat sejumlah katalis baik negatif dan positif dalam pendorong penyaluran kredit. Bila berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI), kredit perbankan pada Mei 2022 tumbuh sebesar 9,0 persen, dengan nilai total kredit sebesar Rp6.012,4 triliun.
“Sebagai catatan, kredit tumbuh positif sejak Juni 2021 dan terus terakselerasi dalam sembilan bulan terakhir secara berturut-turut,” kata Dendi melalui hasil riset Bank Mandiri yang dikutip di Jakarta, Selasa (13/9).
Risiko inflasi dan BBM masih bayangi pertumbuhan kredit
Pihaknya juga menilai, faktor risiko ke depan yang dapat menekan pertumbuhan kredit adalah tekanan inflasi yang meningkat terutama akibat kenaikan harga BBM.
Selain itu, perbankan juga terus mencermati kenaikan suku bunga acuan untuk diimplementasikan ke suku bunga bank. Sedangkan faktor lain ialah adanya kekhawatiran akan koreksi harga-harga komoditas.
Meningkatnya indeks keyakinan konsumen jadi katalis positif kredit
Sementara itu, untuk faktor katalis positif pendorong kredit adalah keyakinan konsumen yang masih relatif kuat. Hal tersebut ditunjukkan oleh kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2022 menjadi sebesar 124,7, lebih tinggi dibandingkan IKK Juli 2022 sebesar 123,2.
“Hal ini menunjukkan bahwa konsumen masih relatif optimis terhadap arah pertumbuhan ekonomi ke depan,” kata Dendi.
Di sisi lain, kualitas kredit relatif stabil pada Mei 2022. Kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) industri perbankan per Mei 2022 tercatat sebesar 3,04 persen, atau sedikit naik bila dibandingkan dengan posisi Maret 2022 yang sebesar 3,00 persen.
Pihaknya mencatat, NPL kredit sektor lapangan usaha sedikit meningkat dari 3,50 persen pada April 2022 menjadi 3,53 persen pada Mei 2022. Sedangkan untuk NPL tertinggi di Mei 2022 terjadi pada sektor perikanan sebesar 6,31 persen menggeser sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 5,69 persen yang sebelumnya selalu menempati posisi tertinggi.