Restrukturisasi Kredit Bank Berakhir Maret 2023, Ini Kesiapan Bank

Bank harus antisipasi penghentian kebijakan restrukturisasi.

Restrukturisasi Kredit Bank Berakhir Maret 2023, Ini Kesiapan Bank
Salah satu aplikasi digital yang dimiliki oleh BNI. (dok. BNI)
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta,FORTUNE - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit perbankan dari Maret 2022 menjadi Maret 2023. Hal tersebut dinilai sebagai cara untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.

Meski demikian, perbankan tidak bisa selamanya memanfaatkan kebijakan tersebut. Bank juga harus mengantisipasi dampak dari pemberhentian kebijakan tersebut pada 2023 mendatang.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana pun juga mengatakan, pihaknya belum bisa menentukan apakah kebijakan tersebut bakal terus diperpanjang atau tidak. "Kebijakan restrukturisasi masih berlaku sampai 2023, jadi masih panjang. OJK terus melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut," kata Heru kepada Fortune Indonesia, Rabu (12/1).

BNI telah bentuk pencadangan yang kuat

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) Royke Tumilaar menyatakan, pihaknya telah melakukan pembentukan pencadangan untuk mengantisipasi membengkaknya Non Performing Loan (NPL) dari restrukturisasi.

"BNI memang sudah merencanakan (situasi) akan kembali normal tanpa adanya kebijakan relaksasi. Namun dengan pembentukan cadangan yang cukup," kata Royke kepad Fortune Indonesia Rabu (12/1).

Berdasarkan data terkini yang dirilis BNI, nilai restrukturisasi kredit perseroan akibat pandemi Covid-19 per November 2021 sebesar Rp79,38 triliun. Nilai ini turun 22,47 persen dibanding posisi Desember 2020 saat restrukturisasi kredit BNI mencapai Rp102,39 triliun.

Penurunan jumlah kredit yang direstrukturisasi diikuti berkurangnya rasio Loan at Risk (LaR) BNI pada periode tersebut. LaR BNI per November 2021 tercatat sebesar 25,18 persen atau turun dari posisi Desember 2020 yaitu 28,74 persen.

Sederhananya, LaR merupakan istilah untuk menyebut rasio kredit berisiko atau pembiayaan yang masuk pantauan. Semakin kecil nilai LaR menunjukkan terjaganya kualitas pembiayaan yang disalurkan bank.
 

Ini strategi BRI jaga kualitas NPL

Di sisi lain, hingga akhir November 2021, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) tercatat sebesar Rp159,78 triliun. Angka ini telah menurun sebesar Rp83,33 triliun dibandingkan dengan akumulasi restrukturisasi BRI sebesar Rp 243,08 triliun.

"BRI memproyeksikan tren restrukturisasi tahun ini dan tahun depan akan terus melandai dan NPL dapat terjaga seiring pemulihan ekonomi nasional," kata Aestika Oryza Gunarto, Sekretaris Perusahaan Bank BRI kepada Fortune Indonesia (12/1).

Dirinya juga mengungkapkan strategi BRI dalam menjaga kualitas kredit. Di antaranya dengan melakukan monitoring secara intens, baik secara onsite maupun offsite. Selain itu, BRI juga terus melakukan stress test secara berkala dan menerapkan early warning sign apabila terjadi pemburukan NPL.

Tercatat, rasio NPL BRI masih manageable di kisaran 3,28 persen pada akhir kuartal III 2021. Nilai tersebut dibarengi dengan NPL Coverage mencapai 252,94 persen.

 

Restrukturisasi kredit Bank Mandiri terus menurun

Sementara itu, restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 dari PT Bank Mandiri (Persero) (Bank Mandiri) Tbk juga terus menunjukan tren yang melandai seiring dengan percepatan pemulihan ekonomi.

Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi sempat mengungkapkan, hingga 30 September 2021 total restrukturisasi kredit (bank only) di Bank Mandiri yaitu sebesar Rp 90,1 triliun atau mengalami penurunan dibandingkan periode akhir tahun 2020 lalu yakni sebesar Rp 93,3 triliun.

Posisi non performing loan (NPL) gross Bank Mandiri secara konsolidasi berhasil menurun 37 basis poin (bps) YoY ke level 2,96 persen. Meski NPL relatif menurun, perseroan tetap terus melakukan peningkatan rasio pencadangan atau coverage ratio sebesar 2.486 bps secara tahunan menjadi 230,01 persen.

Magazine

SEE MORE>
Fortune Indonesia 40 Under 40
Edisi Februari 2024
Investor's Guide 2024
Edisi Januari 2024
Change the World 2023
Edisi Desember 2023
Back for More
Edisi November 2023
Businessperson of the Year 2023
Edisi Oktober 2023
Rethinking Wellness
Edisi September 2023
Fortune Indonesia 100
Edisi Agustus 2023
Driving Impactful Change
Edisi Juli 2023

Most Popular

Paylater Layaknya Pedang Bermata Dua, Kenali Risiko dan Manfaatnya
Bidik Pasar ASEAN, Microsoft Investasi US$2,2 Miliar di Malaysia
LPS Bayarkan Klaim Rp237 Miliar ke Nasabah BPR Kolaps dalam 4 Bulan
BI Optimistis Rupiah Menguat ke Rp15.800 per US$, Ini Faktor-faktornya
Saham Anjlok, Problem Starbucks Tak Hanya Aksi Boikot
Rambah Bisnis Es Krim, TGUK Gandeng Aice Siapkan Investasi Rp700 M