Menara Bank Danamon/ Dok. Istimewa
Kondisi itu tercermin dalam kinerja sejumlah bank papan menengah hingga sembilan bulan pertama tahun 2024. Sebagai contoh, bank yang masih bertengger di posisi 10 terbesar dari segi aset, yakni PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Danamon) mencatat penurunan laba bersih sebesar 8,96 persen secara tahunan (year-on-year) menjadi Rp2,33 triliun pada akhir September 2024.
Jika ditilik dari pendapatan bunga, Danamon masih membukukan pertumbuhan sebesar 18,48 persen per kuartal III-2024. Namun, beban bunganya meningkat lebih tinggi, yakni 51,11 persen (yoy), sehingga pendapatan bunga bersihnya (net interest income) hanya tumbuh sebesar 4,89 persen.
Hal serupa terjadi pada PT Bank Maybank Indonesia Tbk, yang berada di peringkat 14 terbesar dari segi aset. Pada kuartal III-2024, Maybank Indonesia mencatat penurunan laba bersih sebesar 55,2 persen menjadi Rp558 miliar. Bank berkategori KBMI III tersebut masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan bunga sebesar 10,2 persen menjadi Rp9,65 triliun per akhir September 2024. Hanya saja, beban bunganya mencuat sebesar 29,1 persen menjadi Rp4,32 triliun, sehingga menekan pendapatan bunga bersihnya yang menurun 1,5 persen.
Sementara itu, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) juga mengkhawatirkan kondisi cost of fund. BTN memang belum memaparkan kondisi keuangannya terbaru. Namun, BTN menjadi bank yang harus terus berupaya memperbaiki struktur pendanaannya agar bisa semakin meningkatkan dana murah dan memperbaiki marginnya.
Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyatakan bahwa pihaknya merupakan bank yang berbeda dengan bank-bank pada umumnya, karena tugas yang diemban BTN sebagai bank pelaksana penyaluran KPR subsidi yang suku bunganya dipatok maksimal di level 5 persen untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Dengan mayoritas portofolio disalurkan untuk KPR subsdi, kata Nixon, BTN tidak bisa serta-merta menaikkan suku bunga kredit untuk mengkompensasi kenaikan biaya dana.
“BTN memang bank yang berbeda, dalam arti NIM BTN tidak akan sampai di atas 4 persen atau bahkan 5 persen karena suku bunga FLPP itu dipatok di maksimal 5 persen. Dengan suku bunga yang sudah dibatasi, NIM BTN akan berada di sekitar 3,2 persen hingga 3,5 persen,” ujar Nixon dalam paparannya saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Rabu (13/11).
Kendati demikian, Nixon mengatakan, BTN tidak tinggal diam untuk meningkatkan perolehan dana murahnya. Salah satu langkah yang diambil yaitu melakukan transformasi digital melalui pengembangan aplikasi BTN Mobile yang dalam kurun waktu satu tahun mampu menarik dua juta pengguna dengan jumlah transaksi yang mencapai tiga juta per harinya. Dari segi pertumbuhan DPK BTN masih naik mencapai 16,4 persen secara tahunan menjadi Rp373,8 triliun hingga Agustus 2024.
“Perkembangan di dunia digital memang luar biasa dan BTN sebelumnya tidak pernah mengalami hal seperti ini. Hal yang membedakan kami dengan bank-bank BUMN lainnya adalah, BTN Mobile fokus pada konten KPR,” kata Nixon.